Cari Blog Ini

My_ISRA Rahmatan Lil'alamin

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 26 Juni 2016

CIRI-CIRI WARUNG / RETORANT YANG MEMILIKI SEKUTU PENGLARIS (PENGLUDAH) JIN


Berikut Ciri-Ciri Warung yang Menggunakan Pelantara Sekutu Penglaris (Pengluda) Jin
1. Makanan sangat Lezat tapi Ketika dimakan dirumah Rasanya Biasa Saja
2. Berdoa sebelum Makan, rasanya berubah TOTAL
3. Tempat Cuci Piring biasanya SANGAT JAUH
4. Terdapat satu ruangan KHUSUS yang tak boleh dibuka dengan alasan apapun

MENGAPA DEMIKIAN, SILAHKAN MENYIMAK VIDEO TERSEBUT !!

Jumat, 20 Mei 2016

Hukum Puasa Dan Sholat Sunnah NISHFU SYA'BAN

Keputusan Lembaga Bahtsul Masail
Nahdlatul Ulama Kota Surabaya
Di Masjid At Taqwa Penjaringansari Rungkut Surabaya, 29 Juni 2008
      AMALIYAH MALAM NISHFU SYA'BAN
(PP. Manba'ul Falah Rungkut Menanggal)
Diskripsi Masalah:     
Pada malam paruh kedua dari bulan Sya’ban, banyak dari kalangan umat Islam yang berduyun-duyun ke masjid, mushalla dan surau untuk melaksanakan kegiatan keagamaan yang rutin dijalani setiap malam Nishfu Sya’ban. Salah satu kegiatannya adalah melakukan salat sunah sebanyak dua rakaat atau lebih.
Ada juga dari mereka yang membaca surat Yaasin secara bersama-sama sebanyak 3 kali. Biasanya dari masing-masing pembacaan surat Yasin tersebut diniatkan untuk memperoleh rezeki yang halal, untuk umur panjang yang barokah, serta untuk mendapatkan husnul khatimah. Adapula diantara masyarakat yang melengkapi kegiatan tersebut dengan bersedekah.
Pertanyaan:
  •  Adakah tuntunan secara umum dan khusus untuk melakukan ibadah pada malam Nishfu Sya’ban?
  • Apa sebenarnya keistimewaan malam Nishfu Sya’ban dibanding dengan malam-malam yang lain?
  • Apa dasar ulama dalam penetapan pembacaan surat Yasin pada malam Nishfu Sya’ban beserta macam-macam niatnya
  •  Apa hukum melakukan shalat sunnah pada malam Nishfu Sya’ban?
Jawaban 29 a:
Dalam syari’at Islam terdapat tuntunan (dalil-dalil) untuk beribadah pada malam Nishfu Sya’ban.
Dasar Pengambilan Hukum:
عَنْ مُعَاذِ بن جَبَلٍ عَن ِالنَّبِيِّ e قَالَ: يَطَّلِعُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيْعِ خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ (رواه الطبراني في الكبير والأوسط قَالَ الهيثمى ورجالهما ثقات. ورواه الدارقطنى وابنا ماجه وحبان فى صحيحه عن ابى موسى وابن ابى شيبة وعبد الرزاق عن كثير بن مرة والبزار).
 “Rasulullah e bersabda, “Sesungguhnya Allah memperhatikan hambanya (dengan penuh rahmat) pada malam Nishfu Sya’ban, kemudian Ia akan mengampuni semua makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan musyachin (orang munafik yang menebar kebencian antar sesama umat Islam)”. (HR Thabrani fi Al Kabir no 16639, Daruquthni fi Al Nuzul 68, Ibnu Majah no 1380, Ibnu Hibban no 5757, Ibnu Abi Syaibah no 150, Al Baihaqi fi Syu’ab al Iman no 6352, dan Al Bazzar fi Al Musnad 2389. Peneliti hadis Al Haitsami menilai para perawi hadis ini sebagai orang-orang yang terpercaya. Majma’ Al Zawaid 3/395)
عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ فَقَدْتُ النَّبِيَّ e ذَاتَ لَيْلَةٍ فَخَرَجْتُ أَطْلُبُهُ فَإِذَا هُوَ بِالْبَقِيعِ رَافِعٌ رَأْسَهُ إِلَى السَّمَاءِ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ أَكُنْتِ تَخَافِيْنَ أَنْ يَحِيْفَ اللهُ عَلَيْكِ وَرَسُولُهُ قَالَتْ قَدْ قُلْتُ وَمَا بِي ذَلِكَ وَلَكِنِّي ظَنَنْتُ أَنَّكَ أَتَيْتَ بَعْضَ نِسَائِكَ فَقَالَ إِنَّ اللهَ تَعَالَى يَنْزِلُ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيَغْفِرُ ِلأَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ شَعَرِ غَنَمِ كَلْبٍ
“Aisyah berkata “Pada suatu malam, saya kehilangan Rasulullah. Setelah saya keluar mencarinya, ternyata beliau ada di Baqi’ seraya menengadahkan kepalanya ke langit, beliau berkata “Apakah kamu takut Allah dan Rasulnya mengabaikanmu?”. Aisyah  berkata “Saya tidak memiliki ketakutan itu, saya mengira engkau mengunjungi sebagian di antara istri-istri engkau”. Nabi berkata “Sesungguhnya (rahmat) Allah turun ke langit yang paling bawah pada malam Nishfu Sya’ban dan Ia mengampuni dosa-dosa yang melebihi dari jumlah bulu kambing milik suku Kalb”. (HR Turmudzi no 670, dan Ibnu Majah no 1379)
تحفة الأحوذي شرح سنن الترمذي ج 2 ص 277
فَهَذِهِ اْلأَحَادِيثُ بِمَجْمُوعِهَا حُجَّةٌ عَلَى مَنْ زَعَمَ أَنَّهُ لَمْ يَثْبُتْ فِي فَضِيْلَةِ لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ شَيْءٌ وَاللهُ تَعَالَى أَعْلَمُ .
“Hadits-hadits di atas secara keseluruhan merupakan sebuah hujjah yang membantah anggapan sebagian ulama yang berpendapat bahwa tidak ada satupun dalil kuat yang menjelaskan tentang keutamaan malam nishfu Sya’ban”. (Tuchfah al-Achwadzi Syarh Sunan al-Tirmidzi, II/277)
Jawaban 29 b:
Di antara keistimewaan malam Nishfu Sya’ban adalah sebagai berikut:
  1. Menurut Imam Syafi’i, malam Nishfu Sya’ban adalah salah satu malam yang mustajabah.
  2. Menurut ‘Atha bin Yasar, malam Nishfu Sya’ban adalah malam yang paling utama setelah Lailatul Qadar.
  3. Menurut sahabat ‘Ikrimah, yang dimaksud dengan ayat

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ () فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ {الدخان :3-4}
surat al Dukhan ayat 3-4, malam tersebut adalah malam Nishfu Sya’ban, akan tetapi pendapat ini ditentang oleh jumhur ulama, dan yang dimaksud dengan ليلة مباركة  adalah Lailatul Qadar.
4. Menurut ulama yang lain, malam Nishfu Sya’ban adalah malam laporan amal tahunan kepada Allah SWT.
Dasar Pengambilan Hukum:
فيض القدير ج 6 ص 50
قَالَ الشَّافِعِى بَلَغَنَا أنَّ الدُّعَاءَ يُسْتَجَابُ فِى خَمْسِ لَيَالٍ أوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَجَبَ وَلَيْلَةِ نِصْفِ شَعْبَانَ وَلَيْلَتَىِ اْلعِيْدِ وَلَيْلَةِ الْجُمْعَةِ.
“Imam Syafii berkata: Telah sampai kepada kami bahwa doa dikabulkan dalam lima malam, yaitu awal malam bulan Rajab, malam Nishfu Sya’ban, dua malam hari raya dan malam Jumat”. (Faidl al-Qadír, VI/50)
نزهة المجالس ج 1 ص 158
قَالَ عَطَاءُ بْنُ يَسَارٍ مَا بَعْدَ لَيْلَةِ الْقَدْرِ أَفْضَلُ مِنْ لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ وَهِىَ مِنَ اللَّيَالِى الَّتِى يُسْتَجَابُ فِيْهَا الدُّعَاءُ. قَالَ النَّوَوِى عَطَاءُ بْنُ يَسَارٍ مِنَ التَّابِعِيْنَ .
“Yasar bin Atho’ berkata : Tidak ada malam yang lebih utama setelah Lailatul Qadar dibandingkan dengan Nishfu Sya’ban. Ia merupakan salah satu malam yang mustajabah”. (Nuzhah al-Maj á lis, I/158)
تفسير القرطبى ج 16 ص 85
وَقَالَ عِكْرِيْمَةُ هِىَ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ يُبْرَمُ فِيْهَا أَمْرُ السَّنَةِ وَيُنْسَخُ اْلأَحْيَاءُ مِنَ اْلأَمْوَاتِ وَيُكْتَبُ الْحَاجُّ فَلاَ يُزَادُ فِيْهِمْ أَحَدٌ وَلاَ يُنْقَصُ مِنْهُمْ أَحَدٌ وَرَوَى عُثْمَانُ بْنُ الْمُغِيْرَةِ قَالَ قَالَ النَّبِىَ e تُقْطَعُ اْلأَجَالُ مِنْ شَعْبَانَ إلَى شَعْبَانَ حَتَّى أَنَّ الرَّجُلَ لَيَنْكِحُ وَيُوْلَدُ لَهُ وَقَدْ خُرِجَ اسْمُهُ فِى الْمَوْتَى. وَقَالَ اْلقَاضِى أبُوْ بَكْرِ بْنِ الْعَرَبي وَجُمْهُوْرُ الْعُلَمَاءُ عَلَى أنَّهَا لَيْلَةُ اْلقَدْرِ.
“Ikrimah berpendapat bahwa yang dimaksud Lailah Al Mubarakah itu adalah malam nishfu sya’ban. Di malam itu Allah menentukan semua urusan dalam peristiwa setahun, menghapus nama-nama orang dari daftar calon orang meninggal dan mencatat nama-nama orang yang akan melaksanakan haji tanpa ditambah atau dikurangi. Utsman bin Mughirah meriwayatkan hadis, Rasulullah e  bersabda, “Ajal ditentukan dari satu Sya’ban ke bulan Sya’ban berikutnya, hingga seseorang menikah, dikaruniai anak dan namanya dikeluarkan dari orang-orang yang akan meninggal” (HR Ibnu Abi Dunya dan Al Dailami). Qadli Abu Bakar bin Al Araby berkata : Para Ulama’ mengatakan bahwa malam tersebut adalah Lailatul Qadar”. (Tafsir al-Qurtúbi, XVI/85)
حاشية الجمل ج 8 ص 323
(قَوْلُهُ: تُعْرَضُ اْلأَعْمَالُ) أَيْ تُعْرَضُ عَلَى اللهِ تَعَالَى وَكَذَا تُعْرَضُ فِي لَيْلَةِ نِصْفِ شَعْبَانَ وَفِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ، فَاْلأَوَّلُ عَرْضٌ إجْمَالِيٌّ بِاعْتِبَارِ اْلأُسْبُوْعِ، وَالثَّانِي بِاعْتِبَارِ السَّنَةِ
“Amal-amal tersebut diperlihatkan kepada Allah, begitu pula pada malam Nishfu Sya’ban dan Lailatul Qadar. Yang pertama (Senin-Kamis) merupakan laporan amal mingguan. Yang kedua dan ketiga (Nishfu Sya’ban dan Lailatul Qadar) merupakan laporan amal tahunan”. (Chásyiyah al-Jamal, VIII/323)
Jawaban 29 c:
Pembacaan surat Yasin pada malam Nishfu Sya’ban beserta macam-macam niatnya merupakan hasil ijtihad para ulama.
Dasar Pengambilan Hukum:
أسنى المطالب فى أحاديث مختلفة المراتب ص 234
وَأَمَّا قِرَاءَةُ سُوْرَةِ يس لَيْلَتَهَا بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَالدُعَاءِ الْمَشْهُوْرِ فَمِنْ تَرْتِيْبِ بَعْضِ أهْلِ الصَّلاَحِ مِنْ عِنْدِ نَفْسِهِ قِيْلَ هُوَ الْبُوْنِى وَلَا بَأْسَ بِمِثْلِ ذَلِكَ.
“Adapun pembacaan surat Yasin pada malam Nishfu Sya’ban setelah Maghrib merupakan hasil ijtihad  sebagian ulama, konon ia adalah Syeikh Al Buni, dan hal itu bukanlah suatu hal yang buruk”. (Asná al-Mathálib, 234)
فتح الملك المجيد للشيخ أحمد الدي
فتح الملك المجيد للشيخ أحمد الديربى ص 19
(وَمِنْ خَوَاصِ سُوْرَةِ يس) كَمَا قَالَ بَعْضُهُمْ أنْ تَقْرَأَهَا لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ الأُوْلَى بِنِيَّةِ طُوْلِ اْلعُمْرِ وَالثَّانِيَةُ بِنيَّةِ دَفْعِ الْبَلاَءِ وَالثَّالِثَةُ بِنِيَّةِ اْلإسْتِغْنَاءِ عَنِ النَّاسِ.
“Diantara keistimewaan surat Yasin, sebagaimana menurut sebagian para Ulama, adalah dibaca pada malam Nishfu Sya’ban sebanyak 3 kali. Yang pertama dengan niat meminta panjang umur, kedua niat terhindar dari bencana dan ketiga niat agar tidak bergantung kepada orang lain”. (Fatchu al-Malik al-Majíd, 19)
تلخيص فتاوى ابن زياد ص 301
(مَسْئَلَةٌ) حَدِيْثُ يس لِمَا قُرِئَتْ لَهُ لاَ أَصْلَ لَهُ وَلَمْ أَرَ مَنْ عَبَّرَ بِأَنَّهُ مَوْضُوْعٌ فَيَحْتَمِلُ أنَهُ لاَ أصْلَ لَهُ فِى الصِّحَّةِ وَالَّذِىْ أعْتَقِدُهُ جَوَازُ رِوَايَتِهِ بِصِيْغَةِ التَّمْرِيْضِ نَحْوُ بَلَغَنَا كَمَا يَفْعَلُهُ أصْحَابُ الشَّيْخِ اِسْمَعيِلَ اْلَجْبَرِتى اهـ.
“Hadits yang berbunyi “Surat Yasin dapat dibaca sesuai dengan niat tujuannya” merupakan hadis yang tidak ada dasarnya, tetapi saya tidak menemui ulama yang mengatakannya sebagai hadis palsu. Bisa jadi yang dimaksud adalah hadis tersebut tidak shohih. Saya meyakini bahwa boleh meriwayatkan hadis tersebut dengan redaksi riwayat yang tidak tegas, seperti telah sampai pada kami sebagaimana yang dilakukan oleh murid-murid Syeikh Ismail Al Jabraty dari Yaman.” (Talkhísh Fatáwá Ibnu Ziyád, 301)
Jawaban 29 d:
Hukum melakukan shalat sunnah mutlak pada malam Nishfu Sya’ban adalah mustahab (disunnahkan) karena Rasulullah e pernah melaksanakan shalat tersebut. Sementara jika shalat tersebut diniati nishfu sya’ban maka hukumnya haram, karena tidak ada tuntunan ibadah salat nishfu sya’ban. Bentuk salat sunah yang boleh dikerjakan pada malam Nishfu Sya’ban adalah salat sunah mutlak, salat Hajat, salat Tasbih, dan shalat apapun yang telah dilakukan oleh Rasulullah e.
Catatan:
Kedudukan hukum mustahab adalah satu tingkat di bawah hukum sunnah.
Dasar Pengambilan Hukum:
ذكريات ومناسبات لسيد محمد بن علوى الملكى ص 155-156
عَنِ الْعَلاَءِ بْنِ الْحَارِثِ اَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَامَ رَسُوْلُ اللهِ e مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى فَأَطَالَ السُّجُودَ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ قَدْ قُبِضَ، فَلَمَّا رَأَيْتُ ذَلِكَ قُمْتُ حَتَّى حَرَّكْتُ إِبْهَامَهُ فَتَحَرَّكَ فَرَجَعَ، فَلَمَّا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ السُّجُودِ وَفَرَغَ مِنْ صَلاَتِهِ قَالَ: يَا عَائِشَةُ أَوْ يَا حُمَيْرَاءُ أَظَنَنْتِ أَنَّ النَّبِيَّ e قَدْ خَاسَ بِكِ؟ قُلْتُ: لاَ وَاللهِ يَا رَسُوْلَ اللهِ وَلَكِنِّي ظَنَنْتُ أَنْ قُبِضْتَ طُوْلَ سُجُوْدِكَ، قَالَ: أَتَدْرِي أَيَّ لَيْلَةٍ هَذِهِ؟ قُلْتُ: اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: هَذِهِ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَطَّلِعُ عَلَى عِبَادِهِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِلْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَرْحَمُ الْمُسْتَرْحِمِيْنَ وَيُؤَخِّرُ أَهْلَ الْحِقْدِ كَمَا هُمْ، رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ. وَقَالَ هَذَا مُرْسَلٌ جَيِّدٌ وَيُحْتَمَلُ أَنْ يَكُوْنَ الْعَلاَءُ أَخَذَهُ مِنْ مَكْحُوْلٍ
“Dari 'Ala' bin Charits bahwa Aisyah berkata: “Rasulullah bangun di tengan malam kemudian beliau salat, kemudian sujud sangat lama, sampai saya menyangka bahwa beliau wafat. Setelah itu saya bangun dan saya gerakkan kaki Nabi dan ternyata masih bergerak. Kemudian Rasul bangkit dari sujudnya setelah selesai melakukan shalatnya, Nabi berkata “Wahai Aisyah, apakah kamu mengira Aku berkhianat padamu?”, saya berkata “Demi Allah, tidak, wahai Rasul, saya mengira engkau telah tiada karena sujud terlalu lama.” Rasul bersabda “Tahukauh kamu malam apa sekang ini?” Saya menjawab “Allah dan Rasulnya yang tahu”. Rasulullah bersabda “ini adalah malam Nishfu Sya’ban, sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla memperhatikan hamba-hamba-Nya pada malam Nishfu Sya’ban, Allah akan mengampuni orang-orang yang meminta ampunan, mengasihi orang-orang yang meminta dikasihani, dan Allah tidak akan memprioritaskan orang-orang yang pendendam”. (HR Al Baihaqi fi Syuab Al Iman no 3675, menurutnya hadits ini Mursal yang baik)
Catatan:
Catatan
1.      Letak ke-mursal-an hadits tersebut karena Al ‘Ala’ bin Al Charits adalah seorang Tabiin yang tidak pernah berjumpa dengan Aisyah, prediksi Al Baihaqi menyebutkan Al ‘Ala’ memperoleh hadits tersebut dari gurunya, Makchul. Imam Achmad menilai Al ‘Ala’ sebagai orang yang sahih haditsnya. Abu Chatim berkata: Tidak ada murid Makchul yang lebih terpercaya dari pada Al ‘Ala’. Ibnu Hajar menyebut Al ‘Ala’ sebagai orang yang jujur dan berilmu fikih, tetapi ia dituduh pengikut Qadariyah. (Mausu’ah Ruwat Al Hadits)
2.      Para Imam Madzhab, seperti Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hanbal mengkategorikan hadis Mursal sebagai hadis yang dapat diterima (Hadis Maqbul) bila memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya Sahabat atau Tabiin yang digugurkan dari sanad merupakan seorang yang dikenal kredibilitasnya, tidak bertentangan dengan hadis lain yang lebih shahih, dan lain sebagainya, sebagaimana yang tercantum dalam kitab-kitab Ulumul Hadits.
مجموع فتاوى ابن تيمية ج 2 ص 469
وَسُئِلَ عَنْ صَلاَةِ نِصْفِ شَعْبَانَ؟ (الْجَوَابُ) فَأَجَابَ: إذَا صَلَّى اْلإِنْسَانُ لَيْلَةَ النِّصْفِ وَحْدَهُ أَوْ فِيْ جَمَاعَةٍ خَاصَّةٍ كَمَا كَانَ يَفْعَلُ طَوَائِفُ مِنْ السَّلَفِ فَهُوَ أَحْسَنُ. وَأَمَّا اْلاِجْتِمَاعُ فِي الْمَسَاجِدِ عَلَى صَلاَةٍ مُقَدَّرَةٍ. كَاْلاِجْتِمَاعِ عَلَى مِائَةِ رَكْعَةٍ بِقِرَاءَةِ أَلْفٍ: {قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ} دَائِمًا. فَهَذَا بِدْعَةٌ لَمْ يَسْتَحِبَّهَا أَحَدٌ مِنَ اْلأَئِمَّةِ. وَاللهُ أَعْلَمُ.
“Ibnu Taimiyah ditanyai soal shalat pada malam nishfu Sya’ban. Ia menjawab: Apabila seseorang shalat sunah muthlak pada malam nishfu Sya’ban sendirian atau berjamaah, sebagaimana dilakukan oleh segolongan ulama salaf, maka hukumnya adalah baik. Adapun kumpul-kumpul di masjid dengan shalat yang ditentukan, seperti salat seratus raka’at dengan membaca surat al Ikhlash sebanyak seribu kali, maka ini adalah perbuata bid’ah yang sama sekali tidak dianjurkan oleh para ulama”. (Majmú' Fatáwá Ibnu Taymiyyah, II/469)
فيض القدير ج 2 ص 302
(تَنْبِيْهٌ) قَالَ المَجْدُ ابْنُ تَيْمِيَّةَ لَيْلَةُ نِصْفِ شَعْبَانَ رُوِىَ فِى فَضْلِهَا مِنَ اْلأَخْبَارِ وَاْلأثَارِ مَا يَقْتَضِى أنَّهَا مُفَضَّلَةٌ وَمِنَ السَّلَفِ مَنْ خَصَّهَا بِالصَّلاَةِ فِيْهَا
“Ibnu Taimiyah berkata : Dari beberapa hadis dan pandapat para sahabat menunjukkan bahwa malam Nishfu Sya’ban memiliki keutamaan tersendiri. Sebagian ulama Salaf melaksanakan salat sunah secara khusus di malam tersebut”. (Faidl al-Qadír, II/302)
اعانة الطالبين ج 1 ص 271
قَالَ العَلاَّمَةُ الْكُرْدِى وَاخْتَلَفَ اْلعُلَمَاءُ فِيْهَا فَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ لَهَا طُرُقٌ إذَا اجْتُمِعَتْ وَصَلَ الْحَدِيْثُ إلَى حَدٍّ يُعْمَلُ بِهِ فِى فَضَائِلِ اْلأَعْمَالِ وَمِنْهُمْ مَنْ حَكَمَ عَلَى حَدِيْثِهَا بِالْوَضْعِ وَمِنْهُمُ النَّوَوِى وَتَبِعَ الشَّارِحُ فِى كُتُبِهِ.
“Syeikh Al Kurdy berkata : Para Ulama berbeda pendapat mengenai hadis-hadis yang berhubungan dengan salat sunah malam Nishfu Sya’ban, diantara para ulama ada yang mengatakan bahwa hadis tersebut (meskipun Dloif) memiliki banyak jalur riwayat, yang secara keseluruhan (akumulasi) hadis tersebut boleh dilaksanakan dalam hal Fadlailul A’mal (naik peringkat menjadi hadis hasan lighairihi). Diantara ulama yang lain menghukuminya sebagai hadis palsu, seperti Imam Nawawi dan Syekh Zainuddin Al Malibary”. (I'ánah al-Thálibín, I/271)

Sedangkan terkait dengan puasa dipertengahan bulan sya'ban
Syeikh Nawawi Banten di dalam Nihayatuz Zain menjelaskan sebagai berikut.

الثاني عشر صوم شعبان لحبه صلى الله عليه وسلم صيامه فمن صامه نال شفاعته صلى الله عليه وسلم يوم القيامة

Artinya, “Macam puasa sunah yang kedua belas adalah puasa Sya’ban. Sebab Nabi Muhammad SAW sangat suka berpuasa pada bulan tersebut. Siapa saja yang berpuasa di bulan Sya’ban, ia akan memperoleh sya’faat di hari kelak
Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ . فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ

“Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam biasa berpuasa, sampai kami katakan bahwa beliau tidak berbuka. Beliau pun berbuka sampai kami katakan bahwa beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)

Dari Abu Salamah, Aisyah Radhiyallahu 'Anha menyampaikan kepadanya: "

لَمْ يَكُنِ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ وَكَانَ يَقُولُ خُذُوا مِنْ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا

“Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya. Adalah Beliau bersabda: "Kerjakan amal yang kamu mampu melakukannya, karena sesungguhnya Allah tidak bosan sampai kalian merasa bosan".” (HR. Bukhari dan Muslim)

Mungkin yang dimaksud oleh orang yang melarang tersebut adalah karena dia mengetahui kalau Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam melarang berpuasa pada pertengahan Sya'ban.

إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلَا تَصُومُوا

"Apabila sudah pertengahan Sya'ban, maka janganlah kalian berpuasa." (HR. Abu Dawud no. 3237, al-Tirmidzi no. 738, dan Ibnu Majah no. 1651. Dishahihkan al-Albani dalam Shahih al-Tirmidzi)

Sesungguhnya larangan ini bagi orang yang baru memulai puasa pada pertengahan kedua dari Sya'ban, sementara dia tidak memiliki kebiasaan berpuasa. Tapi siapa yang telah berpuasa pada pertengahan pertama, lalu berlanjut puasa pada pertengahan kedua, atau dia punya kebiasaan puasa rutin, maka tidak apa-apa melaksanakan puasa pada pertengahan kedua, seperti orang yang biasa berpuasa tiga hari setiap bulan atau puasa hari Senin dan Kamis. Dari sini sangat jelas atas pertanyaan di atas, boleh berpuasa Ayyamul Bidh atau puasa tiga hari perbulan di bulan Sya'ban, walaupun bertepatan dengan tanggal 15 Sya'ban atau pertengahan kedua dari bulan Sya'ban.

Mungkin juga yang dilarang adalah menghususkan puasa di Nishfu (Pertengahan) Sya'bannya. Jika demikian maka hal itu benar. Karena berdasarkan penelitian para ulama, tidak didapatkan hadits shahih dan contoh yang jelas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau menghususkan hari tanggal 15 di bulan Sya'ban untuk berpuasa. Sementara dalil yang sering dijadikan sebagai landasan dari puasa ini adalah hadits dari Ali bin Abi Thalib radliyallahu 'anhu secara marfu' kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:

إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا

"Apabila tiba malam nishfu Sya'ban maka berdirilah shalat pada malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya." (HR. Ibnu Majah dalam Sunannya no. 1388, dan ini adalah hadits Maudlu'. Syaikh Al-Albani mengatakan dalam Dhaif Sunan Ibni Majah, "Lemah sekali atau maudlu –palsu-" no. 1388, sedangkan dalam al-Dhaifah no. 2132, beliau menyatakan dengan tegas bahwa sanadnya maudhu'.)

Namun jika seseorang memiliki kebiasaan berpuasa pada Ayyamul Bidh (di antaranya pada tanggal 15-nya), maka hendaknya dia melakukan amal shalih tersebut sebagaimana pada bulan-bulan yang lainnya. Ia tidak boleh menghususkannya dan tidak boleh mengadakan perbedaan dengan bulan-bulan lainnya, baik dari sisi niat atau pelaksanaannya. Karena menghususkan waktu tertentu untuk ibadah itu harus dengan dalil shahih. Jika tidak ada dalil shahih, maka hal itu Maka siapa yang memiliki kebiasaan puasa pada Ayyamul Bidh (tanggal 13, 14, 15 setiap bulan Hijriyah), 

silahkan dia melaksanakannya di bulan Sya'ban sebagaimana ia berpuasa pada bulan-bulan lainnya, tidak menghususkan hari itu. Terlebih, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melakukan puasa dan memperbanyak puasa pada bulan ini, tetapi beliau tidak melakukan penghususan pada tangal 15-nya. Dan puasa pada hari itu seperti berpuasa pada hari-hari lainnya. Wallahu Ta'ala A'lam. 


Selasa, 17 Mei 2016

Lambang Indonesia, LAMBANG ISLAM

Terkuak! Ternyata Asal Muasal Pancasila Adalah Syahadat dan Rukun Islam!
Pada catatan sejarah, Lambang Garuda Pancasila dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh presiden Soekarno.




Bung Karno dan Sultan Hamid II
Lambang Kerajaan Samudera Pasai berisi KALIMAT TAUHID dan RUKUN ISLAM. Kepala burung bermakna Basmallah, sayap dan kakinya merupakan ucapan dua kalimat Syahadat. Badan burung itu merupakan Rukun Islam.

Tahukah Anda jauh-jauh hari sebelum lambang itu dipakai sebagai lambang Negara Republik Indonesia, lambang tersebut sudah lebih dahulu digunakan sebagai lambang  Kerajaan Samudera Pasai???

Seperti yang kita ketahui, bahwa Kerajaan Samudera Pasai adalah sebuah kerajaan Islam pertama di Indonesia yang didirikan oleh Sultan Malikussaleh (Meurah Silu) pada abad ke 13 atau pada tahun 1267.
Kerajaan Samudera Pasai pada saat itu dikenal sebagai pusat studi Islam di kawasan Asia Tenggara, hal ini dikemukakan oleh seorang petualang bernama Ibnu Battutah dalam bukunya Tuhfat al-Nazha. Lambang kerajaan Islam Samudera Pasai ini dirancang oleh seorang Sultan Samudera Pasai yaitu Sultan Zainal Abidin. Lambang burung tersebut memiliki makna yaitu SYIAR ISLAM YANG KUAT.

R Indra S Attahashi menjelaskan bahwa lambang negara Samudera Pasai berisi kalimat Tauhid dan Rukun Islam. Rinciannya, kepala burung itu bermakna Basmallah, sayap dan kakinya merupakan ucapan dua kalimat Syahadat. Terakhir, badan burung itu merupakan Rukun Islam.

Indra melanjutkan penjelasannya bahwa lambang itu disalin ulang oleh Teuku Raja Muluk Attahashi bin Teuku Cik Ismail Siddik Attahashi yang merupakan Sultan Muda Aceh yang diangkat pasca peristiwa Perang Cumbok pada 1945. Pada saat itu di Aceh Tamiang ada kerajaan sendiri bernama Kerajaan Sungai Iyu.

Indra menjelaskan, lambang Kerajaan Samudera Pasai itu sudah ada dalam silsilah keluarganya lebih dari 100 tahun lalu. Dari kakek atau nenek, lambang itu diwariskan dari generasi ke generasi yang selalu dikisahkan bahwa itu lambang Kerajaan Samudera Pasai.

Lambang itu dilukis oleh Teuku Raja Muluk Attahashi, keturunan dari panglima Turki Utsmani yang ke Aceh ketika Sultan Iskandar Muda menghadapi Portugis, pimpinan dari Panglima Tujuh Syarif Attahashi.

Lambang Garuda Pancasila ini ternyata terinspirasi dari lambang kerajaan Samudera Pasai, namun terlepas dari itu semua sejarawan LIPI, Aswi Warman Adam menegaskan kalau klaim itu menunjukkan kecintaan bangsa Indonesia.

Jadi, jangan beri ruang mereka yang berani menghina Pancalisa, sebab itu sebenarnya menghina Syahadat dan Rukun Islam. Mohon dibagikan ini agar semua orang tahu, semoga bermanfaat

Jumat, 29 April 2016

MACAM ISTIGFAR

MACAM-MACAM ISTIGFAR

Sayyidul Istighfar
اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ
Allaahumma anta rabbi laa ilaaha illa anta kholaqtanii wa anaa 'abduka wa anaa 'alaa 'ahdika wa wa'dika mastatho'tu a'uudzu bika min syarri maa shona'tu abuu`u laka bini'matika 'alayya wa abuu`u bidzanbii faghfirlii fa innahu laa yaghfirudz-dzunuuba illa anta.

حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ حُرَيْثٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِي حَازِمٍ عَنْ كَثِيرِ بْنِ زَيْدٍ عَنْ عُثْمَانَ بْنِ رَبِيعَةَ عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى سَيِّدِ الِاسْتِغْفَارِ اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ وَأَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَعْتَرِفُ بِذُنُوبِي فَاغْفِرْ لِي ذُنُوبِي إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ لَا يَقُولُهَا أَحَدُكُمْ حِينَ يُمْسِي فَيَأْتِي عَلَيْهِ قَدَرٌ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ إِلَّا وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ وَلَا يَقُولُهَا حِينَ يُصْبِحُ فَيَأْتِي عَلَيْهِ قَدَرٌ قَبْلَ أَنْ يُمْسِيَ إِلَّا وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَابْنِ عُمَرَ وَابْنِ مَسْعُودٍ وَابْنِ أَبْزَى وَبُرَيْدَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ وَقَدْ رُوِيَ هَذَا الْحَدِيثُ مِنْ غَيْرِ هَذَا الْوَجْهِ عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ وَعَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِي حَازِمٍ هُوَ ابْنُ أَبِي حَازِمٍ الزَّاهِدُ
Telah menceritakan kepada kami Al Husain bin Huraits telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Abu Hazim dari Katsir bin Zaid dari Utsman bin Rabi'ah dari Syaddad bin Aus radliallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepadanya: "Maukah aku tunjukkan kepadamu sayyid istighfar? Yaitu ALLAAHUMMA ANTA RABBII LAA ILAAHA ILLAA ANTA KHALAQTANII WA ANAA 'ABDUKA WA ANAA 'ALAA 'AHDIKA WA WA'DIKA MASTATHA'TU, A'UUDZU BIKA MIN SYARRI MAA SHANA'TU WA ABUU-U LAKA BINI'MATIKA 'ALAYYA WA A'TARIFU BIDZUNUUBII FAGHFIR LII DZUNUUBII, INNAHU LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLAA ANTA. (Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Engaku, Engkau telah menciptakanku, dan aku adalah hambaMu, dan berada dalam perjanjian dan janjiMu semampuku. Aku berlindung kepadaMu dari keburukan apa yang telah aku perbuat, dan aku mengakui kenikmatanMu yang Engkau berikan kepadaku dan mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah dosaku, sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau). Tidak ada seorangpun diantara kalian yang mengucapkannya ketika sore hari kemudian datang kepadanya taqdir untuk meninggal sebelum datang pagi hari melainkan wajib baginya Surga, dan tidaklah ia mengucapkannya ketika pagi hari kemudian datang kepadanya taqdir untuk meninggal sebelum datang sore hari melainkan wajib baginya Surga." Dalam bab tersebut ada yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Ibnu Umar, Ibnu Mas'ud, Ibnu Abza serta Buraidah radliallahu 'anhum. Abu Isa berkata; hadits ini adalah hadits hasan gharib dari sisi ini dan hadits ini telah diriwayatkan dari selain sisi ini dari Syaddad bin Aus, sedangkan Abdul Aziz bin Abu Hazim adalah Ibnu Abu Hazim Az Zahid. (HR. At-Tirmidzi No.3315, Bukhori No.5832, 5848, An Nasa’I No.5427 dan Abudaud No.4408)
"Allahumma anta robbii laa ilaaha illaa anta, kholaqtanii wa anaa ‘abduka wa anaa ‘alaa ‘ahdika wa wa’dika mastatho’tu. A’udzu bika min syarri maa shona’tu, abuu-u laka bini’matika ‘alayya, wa abuu-u bi dzanbii, faghfirlii fainnahuu laa yaghfirudz dzunuuba illa anta"

”Ya Allah Engkau adalah Tuhanku, Tidak ada sesembahan yang haq kecuali Engkau,Engkau yang menciptakanku, sedang aku adalah hamba-Mu dan aku diatas ikatan janji -Mu dan akan menjalankannya dengan semampuku, aku berlindung kepadamu dari segala kejahatan yang telah aku perbuat, aku mengakui-Mu atas nikmat-Mu terhadap diriku dan aku mengakui dosaku pada-Mu, maka ampunilah aku, sesungguhnya tiada yang mengampuni segala dosa kecuali Engkau” (HR. Bukhari no. 6306)

Lalu apa saja fadilah atau keutamaan membaca sayyidul istighfar di atas ?
مَنْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا ، فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِىَ ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، وَمَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وَهْوَ مُوقِنٌ بِهَا ، فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ ، فَهْوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
 “Barangsiapa mengucapkannya pada siang hari dan meyakininya, lalu dia mati pada hari itu sebelum waktu sore, maka dia termasuk penghuni surga. Dan barangsiapa mengucapkannya pada malam hari dalam keadaan meyakininya, lalu dia mati sebelum waktu pagi, maka dia termasuk penghuni surga.”


2.      
أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الْعَظِيمَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيَّ الْقَيُّومَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ
Astaghfirullaahal 'adziima alladzii laa ilaaha illa huwal hayyul qayyuum wa atuubu ilaihi.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ الشَّنِّيُّ حَدَّثَنِي أَبِي عُمَرُ بْنُ مُرَّةَ قَال سَمِعْتُ بِلَالَ بْنَ يَسَارِ بْنِ زَيْدٍ مَوْلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ جَدِّي سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ قَالَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الْعَظِيمَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيَّ الْقَيُّومَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ غُفِرَ لَهُ وَإِنْ كَانَ فَرَّ مِنْ الزَّحْفِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Isma'il telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Umar Asy Syanni telah menceritakan kepadaku bapakku Umar bin Murrah dia berkata; saya mendengar Bilal bin Yasar bin Zaid bekas budak (yang telah dimerdekakan oleh) Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah menceritakan kepadaku ayahku dari kakekku, dia mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa mengucapkan; ASTAGHFIRULLAAHAL 'ADZIIM ALLADZII LAA ILAAHA ILLA HUWAL HAYYUL QAYYUUM WA ATUUBU ILAIH (Aku memohon ampun kepada Allah yang Maha Agung, dzat yang tiada Ilah melainkan Dia, yang Maha hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya) serta aku bertaubat kepada-Nya) Maka (dosa-dosanya) akan di ampuni sekalipun ia telah lari dari peperangan." Abu 'Isa berkata; "Hadits ini derajatnya gharib, dan kami tidak mengetahuinya melainkan dari jalur ini." (HR. At Tirmidzi No.3501)

حَدَّثَنَا صَالِحُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْوَصَّافِيِّ عَنْ عَطِيَّةَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَالَ حِينَ يَأْوِي إِلَى فِرَاشِهِ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الْعَظِيمَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيَّ الْقَيُّومَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ ذُنُوبَهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ وَإِنْ كَانَتْ عَدَدَ وَرَقِ الشَّجَرِ وَإِنْ كَانَتْ عَدَدَ رَمْلِ عَالِجٍ وَإِنْ كَانَتْ عَدَدَ أَيَّامِ الدُّنْيَا قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ مِنْ حَدِيثِ الْوَصَّافِيِّ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ الْوَلِيدِ

Telah menceritakan kepada kami Shalih bin Abdullah telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dari Al Washshafi dari 'Athiyyah dari Abu Sa'id radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Barang siapa ketika (sebelum tidur)
menuju tempat tidurnya mengucapkan; ASTAGHFIRULLAAHAL 'AZHIIM ALLADZII LAA ILAAHA ILLAA HUWAL HAYYUL QAYYUUM WA ATUUBU ILAIH (Aku memohon ampunan kepada Allah yang Maha Agung, Yang tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Dia, yang selalu hidup dan senantiasa mengurus makhukNya. Aku bertaubat kepadaNya) sebanyak tiga kali maka Allah mengampuni dosa-dosanya walaupun seperti buih lautan, walaupun sebanyak daun pohon, walaupun sebanyak kerikil, walaupun sebanyak hari-hari di dunia." Abu Isa berkata; hadits ini adalah hadits hasan gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari sisi ini dari hadits Al Washshafi 'Ubaidullab bin Al Walid. (HR. Ahmad No.3319)


   3.      
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

Rabbighfirlii watub 'alayya, innaka antat tawwaabur rahiim.
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ وَالْمُحَارِبِيُّ عَنْ مَالِكِ بْنِ مِغْوَلٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سُوقَةَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ إِنْ كُنَّا لَنَعُدُّ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَجْلِسِ يَقُولُ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ مِائَةَ مَرَّةٍ

Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dan Al Muharibi dari Malik bin Mighwal dari Muhammad bin Suqah dari Nafi' dari Ibnu Umar dia berkata; "Apabila kami menghitung ucapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam suatu majlis: "Rabbighfirlii watub 'alayya innaka antat tawwabur rahiim (Ya Rabbku ampunilah aku dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkaulah Maha penerima taubat dan maha penyayang" beliau mengucapkannya sebanyak seratus kali." (HR. Ibnumajah No.3804 dan Abudaud No.1295)

4.     
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الْغَفُورُ

Rabbighfirlii watub 'alayya innaka antat tawwaabul ghafuur.

حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْكُوفِيُّ حَدَّثَنَا الْمُحَارِبِيُّ عَنْ مَالِكِ بْنِ مِغْوَلٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سُوقَةَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ يُعَدُّ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَجْلِسِ الْوَاحِدِ مِائَةُ مَرَّةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَقُومَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الْغَفُورُ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سُوقَةَ بِهَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَهُ بِمَعْنَاهُ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ
Telah menceritakan kepada kami Nashr bin Abdurrahman Al Kufi, telah menceritakan kepada kami Al Muharibi dari Malik bin Mighwal dari Muhammad bin Suqah dari Nafi' dari Ibnu Umar, ia berkata; Dalam satu majlis Rasulullah shallallahu wa'alaihi wa sallam, sebelum beliau berdiri (meninggalkan majlis), terhitung seratus kali beliau mengucapkan: "RABBIGHFIRLII WA TUB 'ALAYYA INNAKA ANTAT TAWWAABUL GHAFUUR" (Wahai Tuhanku, ampunilah dosaku, dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau adalah Maha Pemberi taubat dan Maha Pengampu). Abu Isa berkata; telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Muhammad bin Suqah dengan sanad ini seperti itu dengan maknanya. Hadits ini adalah hadits hasan shahih gharib. (HR. At Tirmidzi No.3356 dan Ahmad No.4496)

5.    
سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ

Subhaanallaahi wabihamdihi astaghfirullaah wa atuubu ilaihi.

حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنِي عَبْدُ الْأَعْلَى حَدَّثَنَا دَاوُدُ عَنْ عَامِرٍ عَنْ مَسْرُوقٍ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ مِنْ قَوْلِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ قَالَتْ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَاكَ تُكْثِرُ مِنْ قَوْلِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فَقَالَ خَبَّرَنِي رَبِّي أَنِّي سَأَرَى عَلَامَةً فِي أُمَّتِي فَإِذَا رَأَيْتُهَا أَكْثَرْتُ مِنْ قَوْلِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فَقَدْ رَأَيْتُهَا { إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ } فَتْحُ مَكَّةَ { وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا }

Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin al-Mutsanna telah menceritakan kepadaku Abdul A'la telah menceritakan kepada kami Dawud dari Amir dari Masruq dari Aisyah ra dia berkata, "Dahulu Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam memperbanyak pertakataan, 'SUBHAANALLAAHI WABIHAMDIHI ASTAGHFIRULLAAH WA ATUUBU ILAIHI (Mahasuci Allah dan dengan memujiNya, saya memohon ampunan kepada Allah dan saya bertaubat kepadaNya)'." Aisyah berkata, "Lalu aku berkata, 'Wahai Rasulullah, saya melihatmu memperbanyak perkataan, 'Mahasuci Allah dan dengan memujiNya, aku memohon ampunan kepada Allah dan bertaubat kepadaNya'. Maka beliau menjawab, 'Rabbku telah mengabarkan kepadaku bahwa aku akan melihat suatu tanda pada umatku, ketika aku melihatnya maka aku memperbanyak membaca, 'Mahasuci Allah dan dengan memujiNya, aku memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepadaNya', maka sungguh aku telah melihatnya, yaitu (ketika pertolongan Allah datang dan pembukaanNya) yaitu pembukaan (fath) Makkah, dan dan kamu telah melihat manusia masuk ke dalam agama Allah secara berbondong-bondong, lalu bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan memohon ampunlah, sesungguhnya Dia Maha Pemberi taubat'." (HR. Muslim No.749 dan Ahmad No.22936)

6.    
أستغفر اللهَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ والْمُؤْمِنَاتِ 
Astaghfirullaaha lilmu’miniina wal-mu’minaat. 27x.
Artinya : Saya memohon ampun kepada Allah untuk orang-orang mukmin dan mukminat.
من استغفر للمؤمنين والمؤمنات كل يوم سبعا وعشرين مرة كان من الذين يستجاب لهم ويرزق بهم أهل الأرض

Abu Darda ra., Nabi Muhammad saww. bersabda : Manistaghfara lil-mu'miniina wal-mu'minaati kulla yaumin sab'an wa 'isyriina marrotan kaana minalladziina yustajaabu lahum wa yurzaqu bihim ahlul-ardhi.
Artinya : Barangsiapa membacakan istighfar untuk mukminin dan mukminat sebanyak 27 kali di setiap hari, maka ia termasuk golongan mereka yg terkabul do'anya dan mereka yg menjadi jaminan rizki Allah bagi para penghuni bumi.". (HR.Ath Thabarani, Didalam Kitab Nashoihul Ibad)

من استغفر للمؤمنين والمؤمنات كتب الله له بكل مؤمن ومؤمنة حسنة

Ubadah bin Shamit ra., Nabi Muhammad saww. bersabda : Manistaghfara lil mu'miniyna wal mu'minaati, kataballaahu lahu bikulli mu'minin wa mu'minatin hasanah.
Artinya : Siapa yang memohon ampunan untuk orang-orang beriman laki-laki dan perempuan, niscaya Allah menulis untuknya dari setiap orang beriman laki-laki dan perempuan satu kebaikan (pahala). (HR. Ath Thabarani, Di dalam Kitab Nashoihul Ibad)

7.     اللهم انا نستغفرك ونتوب اليك من كل ذنب علمناه او لم نعلمه فى ليل او نهار

Allaahumma innaa nastghfiruka wa natuubu ilaika min kulli dzanbin ‘alimnaahu au lam na’lamhu fii lailin au nahaar(in).
Artinya : Ya Allah sesungguhnya kami memohon ampun dan bertaubat kepada-Mu dari segala dosa yang kami mengetahuinya dan yang tidak kami ketahui diwaktu malam dan siang.

Barangsiapa istiqomah membaca istighfar tersebut diatas sehabis shalat subuh, niscaya Allah membukakan pintu rizki kepadanya dan menutup dari padanya satu pintu dari pintu-pintu kefakiran. (Kitab Tanqihul Qaul)

8. Istighfar kabir (Al Imam As Sayyid Ahmad bin Idris Rahimahullah “Tarekat Idrisiyyah”)

أستغفر الله العظيم, الذي لا إله إلا هو الحي القيوم, غفار الذنوب ذا الجلال و الإكرام , و أتوب إليه من جميع المعاصي كلها و الذنوب و الآثام, و من كل ذنب أذنبته عمداً و خطأ, ظاهراً و باطناً , قولاً و فعلاً , في جميع حركاتي و سكناتي و خطراتي و أنفاسي كلها, دائماً أبداً سرمداً , من الذنب الذي أعلم ومن الذنب الذي لا أعلم , عدد ما أحاط به العلم و أحصاه الكتاب, و خطه القلم , وعدد ما أوجدته القدرة و خصصته الإرادة , و مداد كلمات الله, و كما ينبغي لجلال وجه ربنا و جماله و كماله, و كما يحب ربنا و يرضى

Astaghfirullaahal ‘azhiima, al ladzii laa ilaha illa huwal hayyul qayyuuma, ghoffaarodz dzunuubi dzal jalaali wal ikraami, wa atuubu ilaihi min jamii’il ma’aashii kullihaa wa wadz dzunuubi wal aatsaami, wa min kulli dzanbin adznabtuhu amdan wa khotho-an, zhoohiron wa baathinan, qaulan wa fi’lan, fii jamii’i harokaatii wa sakanaatii wa khothorootii wa anfaasii kullihaa, daa-iman abadan sarmadan, minadz dzanbil ladzii a’lamu, wa minadz dznbil ladzii laa a’lamu, ‘adada maa ahaatho bihil ‘ilmu wa ahshoohul kitaabu, wa khoththohul qolamu, wa ‘adada maa au jadathul qudrotu, wa khoshshoshotl iroodatu, wa midaada kalimaatillaahi, kamaa yanbaghii lijalaali wajhi robbinaa wa jamaalihi wa kamaalihi, wa kamaa yuhibbu robbuna wa yardoo.
Artinya : Aku memohon keampunan kepada Allah Yang Maha Besar; Yang tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Dia; Tuhan Yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri dengan sendirinya; Maha Pengampun segala dosa; Yang Memiliki keagungan dan kemulian. Aku bertaubat kepadaNya dari segala perbuatan maksiat, dosa dan kesalahan yang telah aku lakukan sama ada dengan sengaja atau pun tidak, yang zahir mahupun yang batin, pada perkataan mahupun perbuatan, dalam setiap pergerakan dan diamku, yang terlintas di benak hatiku ataupun yang wujud di dalam hembusan nafasku; semuanya untuk selama-lamanya. Tidak kira sama ada dosa-dosa yang aku ketahui atau tidak aku ketahui, sebanyak mana yang dicakupi (diketahui) oleh Ilmu Allah; yang dihitung oleh buku amalan dan yang dicatat oleh pena. Sebanyak mana yang diwujudkan oleh Kekuasaan Allah, yang dituntut oleh kehendakNya dan sebanyak tinta kalimah-kalimah Allah sepertimana yang selayaknya bagi kebesaran Zat Tuhan kami, keelokanNya, kesempurnaanNya dan seperti mana yang dikasihi oleh Tuhan kami dan yang diredhai-Nya.”

9.  Istighfar Bisyr bin Harits Al-Hafi Rahimahullah.

استغفر الله من كل سبب تبت منه تم عدت اليه واساله التوبة و استغفر الله من كل عقد عقدته على نفسي ففسخته ولم اف به

Astaghfirullaaha min kulli sababin tubtu minhu tsumma 'udtu ilayhi wa as-aluhut-tawbata, wa astaghfirullaaha minkulli 'aqdin 'aqadtuhu 'alaa nafsii fafasakhtuhu wa lam afi bihi.
Artinya: aku memohon kepada Allah dari setiap kesalahan yang aku telah bertaubat darinya kemudian aku kembali berbuat kesalahan dan aku memohon ampun kepada Allah dari setiap janji yang telah aku tetapkan atas diriku kemudian aku melanggarnya dan tidak dapat memenuhinya .
Doa/istighfar di atas diajarkan oleh Nabi Khidhir kepada Bisyr bin Harits Al-Hafi, seorang sufi besar. Bisyr Al-Hafi berkata, “Aku memiliki sebuah kamar. Aku menguncinya bila keluar. Suatu hari aku pulang, lalu membuka pintu kamar itu, kemudian masuk ke dalamnya. Ternyata ada seorang laki-laki yang sedang berdiri melaksanakan shalat. Orang itu membuatku takut. Lalu ia berkata, “Wahai Bisyr, jangan takut. Aku adalah saudaramu, Abul-Abbas Khidhir.’ Bisyr lalu berkata, ‘Ajarkanlah sesuatu kepadaku.’ Nabi Khidir mengatakan, ‘Bacalah ini (doa/istighfar di atas)’.”

Doa/istighfar tersebut dibaca sebanyak-banyaknya, minimal 3x sehabis shalat lima waktu, agar tetap mudah dimasa susah.

10.  Istighfar Sufyan Ats Tsauri Rahimahullah.

اللهم يارب كل شيء بقدرتك على كل شيء اغفرلى كل شيء ولا تسألنى عن كل شيء ولا تحاسبنى في كل شيء واطنى كل شيء

Allaahumma Yaa Robba Kulli Syai’(in), Biqudrotika ‘Alaa Kulli Syai’(in), Ighfirlii Kulla Syai’(in), Wa Laa Tas-Alnii ‘An Kulli Syai’(in), Wa Laa Tuhaasibnii Fii Kulli Syai’(in), Wa Athinii Kulla Syai’(in).
Artinya : Ya Allah Ya Tuhan segala sesuatu, dengan kekuasaan-Mu atas segala sesuatu, ampunilah segala sesuatu dosa saya, janganlah kiranya Engkau menanyakan tentang segala sesuatu, jangnlah Engkau menghisab saya dalam segala sesuatu, dan berilah saya anugrah segala sesuatu.

وبلغنا أن الإمام أحمد بن حنبل رحمه الله رُئِي بعد موته في المنام فذكر: أن الله نفعه كثيراً بكلمات سمعها من سفيان الثوري رحمه الله، وهي هذه

Artinya : Ada sebuah berita yang sampai kepada kami, bahwa seorang shaleh telah bermimpi berjumpa dengan Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah. sesudah wafatnya, maka beliau telah berkata kepada orang shaleh itu, bahwa Allah swt. Telah memberikannya manfaat yang banyak dari beberapa kalimat (dzikir/doa) yang didengarnya dari Sufyan Ats Tsauri Rahimahullah, yaitu (doa yang diatas). (Kitab An Nashaaih Ad Diniyah dan Kitab Nashoihul Ibad)

11.  Istighfar Al Imam Ahmad Ar Rifa’i.

استغفر الله العظيم الذي لا اله إلا هو الحي القيوم واتوب إليه من كل ذنب اذنبته عمدا او خطأ سرا او علانية من الذنب الذي اعلم او لا اعلم انه هو يعلم و انا لا اعلم و هو علام اغيوب و غفار الذنوب و ستار العيوب و كشاف الكروب و لا حول و لا قوة إلا بالله العلي العظيم

Astaghfirullaahal ‘azhiimal ladzii laa ilaha illa huwal hayyal qayyuuma wa atuubu ilaihi min kulli dzanbin adznabtuhu ‘amdan au khatha-an sirran au ‘alaaniyatan minadz dzanbil ladzii a’lamu au laa a’lamu innahu huwa ya’lamu wa anaa laa a’lamu wa huwa ‘allaamul ghuyuubi wa ghaffaarudz dzunuubi wa sattaarul ‘uyubi wa kasysyaaful kurubi wa laa hawla walaa quwwata illa billaahil-`aliyyil­`azhiam.

Aku memohon ampun kepada Allah, yang tidak ada Tuhan selain Dia, yang Maha hidup lagi senantiasa mengurus hamba­Nya; dan aku bertaubat kepada-Nya dari segala dosa yang aku perbuat, sengaja maupun tidak sengaja, rahasia (tidak diketahui orang) atau terang-terangan, yang aku ketahui atau yang aku tidak ketahui. Sesungguhnya Dia mengetahui dan aku tidak mengetahui, dan dia Maha Mengetahui hal-hal yang ghaib, Maha Menghapuskan dosa­ dosa, Maha Menutupi aib, dan Maha Menghilangkan kesusahan. Dan tidak ada daya dan upaya melainkan dengan izin Allah, Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung."

12.  Istighfar Al Habib Hasan bin Sholeh Al Bahr.

يا غفار اغفرلي يا تواب تب علي يا رحمن ارحمني يا رءوف ارافني يا عفو اعف عني

Yaa Ghoffaaru ighfirlii, Yaa Tawwaabu tub ‘alayya, Yaa Rohmaanu irhamnii, Yaa Ro’uufu ir-afnii, Yaa ‘Afuwwu u’fu annii.
Wahai Yang Maha Pengampun, ampunilah aku, Wahai Yang Maha Menerima tobat, terimalah tobatku, Wahai Yang Maha Pengasih, kasihanilah aku, Wahai Yang Maha Penyayang, sayangilah aku, Wahai Yang Maha Pemaaf, maafkanlah aku.

13. استغفر الله الذي لا اله الا هو الرحمن الرحيم الحي القيوم الذي لا يموت واتوب اليه رب اغفلي

Astaghfirullaah al-ladzii laa ilaha illa huwar rahmaanur rahiimul hayyul qayyuumul ladzii laa yamuutu wa atuubu ilaihi robbighfirlii. 25x.
Artinya : Aku memohon ampun kepada Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Hidup, Maha Berdiri Sendiri, yang tidak akan mati dan aku bertobat kepada-Nya. Tuhan ampunilah aku.
Barangsiapa mengucapkan do’a/istighfar diatas pada waktu sesudah shalat subuh dan ashar sebanyak 25x maka insya Allah ia tidak akan melihat sesuatu yang tidak ia sukai terjadi didalam rumahnya, terhadap keluarganya, penghuni rumahnya, warga kotanya atau penduduk negaranya. (Al-Imam Al-Habib Hasan bin Sholeh Al-Bahar)

14. Istighfar Al Habib Ahmad bin Muhammad Al Muhdhor Rohimahullah (Yaman).

استغفر الله العظيم حياء من الله
استغفر الله رجوعا الى الله
استغفر الله فرارا من غضب الله الى رضاء الله
استغفر الله فرارا من سخط الله الى عفو الله
استغفر الله تندما واسترجاعا
استغفر الله تلآفي قبل تلآفي
استغفر الله من الإفراط والتفريط
استغفر الله من التخبيط والتليط
استغفر الله من مفارقة الذنوب
استغفر الله من التدنس بالعيوب
استغفر الله من عدم الحضور فى الصلاة
استغفر الله من جميع التقصير فيها و فى الزكاة
استغفر الله من القنوط من رحمة الله
استغفر الله من الأمن من مكر الله
استغفر الله من عدم القيام بحق الله وخلق الله
استغفر الله من عدم التشمير لطاعة الله
استغفر الله من عقوق الأباء والأمهات
استغفر الله من الظلمات والتبعات
استغفر الله من الخطا الى الخطيئات
استغفر الله من قطيعة الأرحام
استغفر الله من اكتساب الآثام
استغفر الله من حب الجاه والمال
استغفر الله من شهوة القيل والقال
استغفر الله من رؤية النفس بعين التعظيم
استغفر الله من نهر السائل وقهر اليتيم
استغفر الله من الكذب والحسد
استغفر الله من الغيبة والنميمة
استغفر الله من الرياء والسمعة
استغفر الله من سائر الأخلآق المذمومة
استغفر الله من سائر الذنوب القلبية والقوالبية واللسانية والذوقية والسمعية والبصرية والبدنية والفرجية والصدرية واليدوية والرجلية والحسية والمعنوية
استغفر الله العظيم من اتباع الهوى وهجر التقوى والميل إلى زخارف الدنيا
استغفر الله من جميع ما يكره الله ظاهرا وباطنا
وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
Astaghfirullaahal ‘azhiima hayaa-an minallaah.
Astaghfirullaah rujuu’an ilallaah.
Astaghfirullaah firoron min ghodhobillaahi ilaa ridhoo-illaah.
Astaghfirullaah firoron min sakhothillaahi ilaa ‘afwillaah.
Astaghfirullaah tanadduman wastirjaa’an.
Astaghfirullaah talaafii qobla talaafii.
Astaghfirullaah minal ifrothi wat-tafrithi.
Astaghfirullaah minat-takhbithi wat-takhlithi.
Astaghfirullaah min mufaaroqotidz-dzunuubi.
Astaghfirullaah minat-tadannusi bil ‘uyuubi.
Astaghfirullaah min ‘adamil hudhuuri fish-sholaati.
Astaghfirullaah min jamii’it-taqshiiri fiihaa wafiz-zakaati.
Astaghfirullaah minal qunuuthi min rohmatillaah.
Astaghfirullaah minal amni min makrillaah.
Astaghfirullaah min ‘adamil qiyaami bi haqqillaah wa kholqillaah.
Astaghfirullaah min ‘adamit-tasymiiri li thoo’atillaah.
Astaghfirullaah min ‘uquuqil abaa-i wal ummahaat.
Astaghfirullaah minazh-zhulumaati wat-tabi’aati.
Astaghfirullaah minal khothoo ilal khothii-ati.
Astaghfirullaah min qothii’atil arhaami.
Astaghfirullaah min iktisaabil aatsaami.
Astaghfirullaah min hubbil jaahi wal maali.
Astaghfirullaah min syahwatil qiili wal qooli.
Astaghfirullaah min ru’yatin nafsi bi ‘ainit-ta’zhiimi.
Astaghfirullaah min nahris saa-ili wa qohril yatiimi.
Astaghfirullaah minal kidzbi wal hasadi.
Astaghfirullaah minal ghiibati wan-namiimah.
Astaghfirullaah minar riyaa-i was-sum’ah.
Astaghfirullaah min saa-iril akhlaaqil madzmumah.
Astaghfirullaah min sa-iridz dzunuubil qolbiyyati wal qowaalibiyyati wal lisaaniyyati wadz-dzauqiyyati was sam’iyyati wal bashoriyyati wal badaniyyati wal farjiyyati wash shodriyyati wal yadawiyyati war-rijliyyati wal hissiyyati wal ma’nawiyyah.
Astaghfirullaahal ‘azhiima min ittibaa’il hawaa wa hajrit taqwaa wal maili ilaa zakhoorifid dun-ya.
Astaghfirullaah min jamii’i maa yakrohullohu zhoohiron wa baathinan.
Wa shollallaahu ‘alaa sayyidinaa muhammadin wa ‘alaa aalihi wa shohbihi wa sallam.

Aku memohon ampun kepada Allah yang Maha Agung, karena malu kepada Allah.
Aku memohon ampun kepada Allah agar kembali kepada Allah.
Aku memohon ampun kepada Allah seraya berlari dari murka Allah kepada ridha-Nya.
Aku memohon ampun kepada Allah seraya berlari dari kebencian Allah kepada ampunan-Nya.
Aku memohon ampun kepada Allah dengan sepenuh penyesalan dan penyerahan.
Aku memohon ampun kepada Allah dari melampaui batas dan berlebih-lebihan.
Aku memohon ampun kepada Allah dari kerasnya keinginan yang bercampur dari keinginan-keinginan yang tidak baik.
Aku memohon ampun kepada Allah dari perasaan tidak berdosa.
Aku memohon ampun kepada Allah dari kotoran-kotoran yang disebabkan oleh cela.
Aku memohon ampun kepada Allah dari tidak hadirnya hati ketika shalat.
Aku memohon ampun kepada Allah dari semua kelalaian dalam shalat dan zakat.
Aku memohon ampun kepada Allah dari mengingkari rahmat Allah.
Aku memohon ampun kepada Allah karena merasa aman dari ancaman siksa Allah.
Aku memohon ampun kepada Allah karena tidak memenuhi hak-hak Allah dan makhluk-Nya.
Aku memohon ampun kepada Allah karena tidak bersemangat dalam taat kepada-Nya.
Aku memohon ampun kepada Allah dari durhaka kepada kedua orangtua.
Aku memohon ampun kepada Allah dari perbuatan zalim dan amarah.
Aku memohon ampun kepada Allah dari berbuat salah yang terulang-ulang.
Aku memohon ampun kepada Allah dari memutus silaturrahmi.
Aku memohon ampun kepada Allah dari usaha yang mengandung dosa.
Aku memohon ampun kepada Allah dari kecintaan kepada pangkat dan harta.
Aku memohon ampun kepada Allah dari keinginan yang tidak bermanfaat.
Aku memohon ampun kepada Allah karena melihat diri sendiri dengan penuh rasa pengagungan.
Aku memohon ampun kepada Allah dari dosa menolak peminta-minta dan menghardik anak yatim.
Aku memohon ampun kepada Allah dari dosa suka berbohong dan iri hati.
Aku memohon ampun kepada Allah dari dosa suka menceritakan aib orang lain dan mengadu domba.
Aku memohon ampun kepada Allah dari sifat riya, sum’ah, ingin dipuji.
Aku memohon ampun kepada Allah dari semua akhlak tercela.
Aku memohon ampun kepada Allah dari semua dosa yang disebabkan karena penyakit hati, lidah, perasaan, pendengaran, penglihatan, badan, kemaluan, tangan, kaki, yang terlihat maupun tidak.
Aku memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung dari mengikuti hawa nafsu.
Aku memohon ampun kepada Allah dari segala macam hal yang dibenci Allah yang terlihat maupun tidak terlihat.
Limpahkanlah shalawat serta salam kepada penghulu kami Nabi Muhammad saww. dan atas keluarganya dan sahabatnya.

15.   
اللهم اغفر لنا و لوالدين و لاولادنا و لمشايخنا فى الدين ولمعلمينا و لاخواننا و لاصحابن و احبابنا و لمن احبنا فيك و لمن احسن الين و المتصدقين و لمن دخل بيوتنا مؤمنا و لجميع المسلمين و المسلمات و المؤمنين و الؤمنات

Allaahummaghfirlanaa waliwaalidiinaa, wali-awladiinaa, walimasyaayikhinaa fid diin, walimu'allimiinaa, wali-ikhwaaninaa, wali-ashhaabinaa, wa ahbaabinaa, waliman ahabbanaa fiika, waliman ahsana ilainaa, wal-mutashaddiqiina, waliman dakhola buyuutinaa muminan, walijamii'il muslimiina wal muslimaat wal mu'miniinan wal mu'minaat.

Ya Allah, ampunilah kami, kedua orang tua kami, anak-anak kami, guru-guru kami dalam agama, pengajar kami, saudara-saudara kami, teman-teman kami, yang mencintai kami, serta orang-orang yang mencintai kami karena Engkau, orang-orang yang berbuat baik kepada kami, orang-orang yang bersedekah, orang-orang yang masuk kerumah-rumah kami dengan membawa iman, serta seluruh kaum muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat.

Dampak Sebuah Dosa


Dampak Akibat Dari Sebuah Dosa
Al-Imam Al-’Allamah Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullahu menyebutkan secara panjang lebar dampak negatif dari dosa. 15 di antaranya bisa kita sebutkan di sini sebagai peringatan:
  • (1). Terhalang dari ilmu yang haq (benar / lurus). Karena ilmu merupakan cahaya yang dilemparkan ke dalam hati, sementara      maksiat akan memadamkan cahaya.
Tatkala Al-Imam Asy-Syafi’i Rahimahullahu belajar kepada Al-Imam Malik Rahimahullahu, Al-Imam Malik terkagum-kagum dengan kecerdasan dan kesempurnaan pemahaman Asy-Syafi’i.
 Al-Imam Malik pun berpesan pada muridnya ini,
 “Aku memandang Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah memasukkan cahaya ilmu di hatimu. Maka janganlah engkau padamkan cahaya tersebut dengan kegelapan maksiat.”
  • (2). Terhalang dari beroleh rezeki dan urusannya dipersulit.
Takwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan mendatangkan rezeki dan memudahkan urusan seorang hamba
 Sebagaimana Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala (artinya);
 “Siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan bagi orang tersebut jalan keluar (dari permasalahannya) dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.”
 (QS. Ath-Thalaaq [65]  : 2-3).
 “Siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.”
 (QS. Ath-Thalaq [65] : 4).
 Meninggalkan takwa berarti akan mendatangkan kefakiran dan membuat si hamba terbelit urusannya.
 (3). Hati terasa jauh dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan merasa asing dengan-Nya, sebagaimana jauhnya pelaku maksiat dari orang-orang baik dan dekatnya dia dengan setan.
 (4). Menggelapkan hati si hamba sebagaimana gelapnya malam. Karena ketaatan adalah cahaya, sedangkan maksiat adalah kegelapan. Bila kegelapan itu bertambah di dalam hati, akan bertambah pula kebingungan si hamba. Hingga ia jatuh ke dalam bid’ah, kesesatan, dan perkara yang membinasakan tanpa ia sadari. Sebagaimana orang buta yang keluar sendirian di malam yang gelap dengan berjalan kaki.
 Bila kegelapan itu semakin pekat akan tampaklah tandanya di mata si hamba. Terus demikian, hingga tampak di wajahnya yang menghitam yang terlihat oleh semua orang.
  • (5). Maksiat akan melemahkan hati dan tubuh, karena kekuatan seorang mukmin itu bersumber dari hatinya. Semakin kuat hatinya semakin kuat tubuhnya. Adapun orang fajir/pendosa, sekalipun badannya tampak kuat, namun sebenarnya ia selemah-lemah manusia.
  • (6). Maksiat akan ‘memperpendek‘ umur dan menghilangkan keberkahannya, sementara perbuatan baik akan menambah umur dan keberkahannya.
 Mengapa demikian?
 Karena kehidupan yang hakiki dari seorang hamba diperoleh bila hatinya hidup. Sementara, orang yang hatinya mati walaupun masih berjalan di muka bumi, hakikatnya ia telah mati.
 Oleh karenanya Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyatakan orang kafir adalah mayat dalam keadaan mereka masih berkeliaran di muka bumi:
 “Mereka itu adalah orang-orang mati yang tidak hidup.”
 (QS. An-Nahl [16] : 21).
 Dengan demikian, kehidupan yang hakiki adalah kehidupan hati. Sedangkan umur manusia adalah hitungan kehidupannya. Berarti, umurnya tidak lain adalah waktu-waktu kehidupannya yang dijalani karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala, menghadap kepada-Nya, mencintai-Nya, mengingat-Nya, dan mencari keridhaan-Nya. Di luar itu, tidaklah terhitung sebagai umurnya.
 Bila seorang hamba berpaling dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan menyibukkan diri dengan maksiat, berarti hilanglah hari-hari kehidupannya yang hakiki. Di mana suatu hari nanti akan jadi penyesalan baginya:
 “Aduhai kiranya dahulu aku mengerjakan amal shalih untuk hidupku ini.”

(QS. Al-Fajr [89] : 24).
  • (7). Satu maksiat akan mengundang maksiat lainnya, sehingga terasa berat bagi si hamba untuk meninggalkan kemaksiatan. Sebagaimana ucapan sebagian salaf:
 “Termasuk hukuman perbuatan jelek adalah pelakunya akan jatuh ke dalam kejelekan yang lain. Dan termasuk balasan kebaikan adalah kebaikan yang lain.
 Seorang hamba bila berbuat satu kebaikan maka kebaikan yang lain akan berkata, ‘Lakukan pula aku.’
 Bila si hamba melakukan kebaikan yang kedua tersebut, maka kebaikan ketiga akan berucap yang sama. Demikian seterusnya. Hingga menjadi berlipatgandalah keuntungannya, kian bertambahlah kebaikannya. Demikian pula kejelekan….”
  • (8). Maksiat akan melemahkan hati dan secara perlahan akan melemahkan keinginan seorang hamba untuk bertaubat dari maksiat, hingga pada akhirnya keinginan taubat tersebut hilang sama sekali.
  • (9). Orang yang sering berbuat dosa dan maksiat, hatinya tidak lagi (tidak sensitif/peka) merasakan jeleknya perbuatan dosa. Malah berbuat dosa telah menjadi kebiasaan. Dia tidak lagi peduli dengan pandangan manusia dan acuh dengan ucapan mereka. Bahkan ia bangga dengan maksiat yang dilakukannya.
Bila sudah seperti ini model seorang hamba, ia tidak akan dimaafkan, sebagaimana Sabda dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wa sallam:
“Setiap umatku akan dimaafkan kesalahan/dosanya kecuali orang-orang yang berbuat dosa dengan terang-terangan. Dan termasuk berbuat dosa dengan terang-terangan adalah seseorang melakukan suatu dosa di waktu malam dan Allah menutup perbuatan jelek yang dilakukannya tersebut[2] namun di pagi harinya ia berkata pada orang lain, “Wahai Fulan, tadi malam aku telah melakukan perbuatan ini dan itu.” Padahal ia telah bermalam dalam keadaan Rabbnya menutupi kejelekan yang diperbuatnya. Namun ia berpagi hari menyingkap sendiri tutupan (tabir) Allah yang menutupi dirinya.” (HR. Al-Bukhari no. 6069 dan Muslim no. 7410).
  • (10). Setiap maksiat yang dilakukan di muka bumi ini merupakan warisan dari umat terdahulu yang telah dibinasakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
-Perbuatan HOMOSEKSUAL adalah warisan kaum Luth.
- Mengambil hak sendiri lebih dari yang semestinya dan memberi hak orang lain dengan menguranginya, adalah warisan kaum Syu’aib.
- Berlaku sombong di muka bumi dan membuat kerusakan adalah warisan dari kaum Fir’aun. Sombong dan tinggi hati adalah warisan kaum Hud.
  • (11). Maksiat merupakan sebab dihinakannya seorang hamba oleh Rabbnya.
Bila Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menghinakan seorang hamba maka tak ada seorang pun yang akan memuliakannya.
“Siapa yang dihinakan Allah niscaya tak ada seorang pun yang akan memuliakannya.” (QS. Al-Hajj [22] : 18).
Walaupun mungkin secara zhahir manusia menghormatinya karena kebutuhan mereka terhadapnya atau mereka takut dari kejelekannya, namun di hati manusia ia dianggap sebagai sesuatu yang paling rendah dan hina.
  • (12). Bila seorang hamba terus menerus berbuat dosa, pada akhirnya ia akan meremehkan dosa tersebut dan menganggapnya kecil. Ini merupakan tanda kebinasaan seorang hamba. Karena bila suatu dosa dianggap kecil maka akan semakin besar di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Al-Imam Al-Bukhari Rahimahullahu dalam Shahih-nya (no. 6308) menyebutkan ucapan sahabat yang mulia Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu:
“Seorang mukmin memandang dosa-dosanya seakan-akan ia duduk di bawah sebuah gunung yang ditakutkan akan jatuh menimpanya. Sementara seorang fajir/pendosa memandang dosa-dosanya seperti seekor lalat yang lewat di atas hidungnya, ia cukup mengibaskan tangan untuk mengusir lalat tersebut.”
  • (13). Maksiat akan merusak akal. Karena akal memiliki cahaya, sementara maksiat pasti akan memadamkan cahaya akal. Bila cahayanya telah padam, akal menjadi lemah dan kurang. 
Sebagian salaf berkata:
“Tidaklah seseorang bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala hingga hilang akalnya.”
Hal ini jelas sekali, karena orang yang hadir akalnya tentunya akan menghalangi dirinya dari berbuat maksiat. Ia sadar sedang berada dalam pengawasan-Nya, di bawah kekuasaan-Nya, ia berada di bumi Allah Subhanahu wa Ta’ala, di bawah langit-Nya dan para malaikat Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyaksikan perbuatannya. 
  • (14). Bila dosa telah menumpuk, hatipun akan tertutup dan mati, hingga ia termasuk orang-orang yang lalai. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya);
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (QS. Al-Muthaffifin [83] : 14).
Al-Hasan Al-Bashri Rahimahullahu berkata menafsirkan ayat di atas: “Itu adalah dosa di atas dosa (bertumpuk-tumpuk) hingga mati hatinya.”[3]
  • (15). Bila si pelaku dosa enggan untuk bertaubat dari dosanya, ia akan terhalang dari mendapatkan doa para malaikat. Karena      malaikat hanya mendoakan orang-orang yang beriman, yang suka bertaubat, yang selalu mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman (artinya);
“Malaikat-malaikat yang memikul Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Rabb mereka dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman, seraya berucap, ‘Wahai Rabb kami, rahmat dan ilmu-Mu meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan-Mu dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala. Wahai Rabb kami, masukkanlah mereka ke dalam surga Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang shalih di antara bapak-bapak mereka, istri-istri mereka, dan keturunan mereka semuanya. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha memiliki hikmah. Dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan. Orang-orang yang Engkau pelihara dari pembalasan kejahatan pada hari itu maka sungguh telah Engkau anugerahkan rahmat kepadanya dan itulah kemenangan yang besar’.” {QS. Ghafir (Al-Mu'min [40] ): 7-9}.
Demikian beberapa pengaruh negatif dari perbuatan dosa dan maksiat yang kami ringkaskan dari kitab Ad-Da`u wad Dawa`, karya Al-Imam Ibnul Qayyim Rahimahullahu hal. 85-99.
Semoga dapat menjadi peringatan. Setiap hari kita tenggelam dalam kenikmatan yang dilimpahkan oleh Ar-Rahman. Nikmat kesehatan, keamanan, ketenangan, rezeki berupa makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal. Belum lagi nikmat iman bagi ahlul iman. Sungguh, dalam setiap tarikan nafas, ada nikmat yang tak terhingga. Namun sangat disesali, hanya sedikit dari para hamba yang mau bersyukur:
“Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang mau bersyukur.”  (QS. Saba’ [34] : 13).
Kebanyakan dari mereka mengkufuri nikmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Atau malah mempergunakan nikmat tersebut untuk bermaksiat dan berbuat dosa kepada Ar-Rahman. Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan kepada mereka banyak kebaikan namun mereka membalasnya dengan kejelekan.



Begitu juga, jika kita  dianjurkan beristighfar, maka tentu saja ada banyak hadiah, rahasia, keajaiban dan manfaat yang akan dirasakan oleh mereka yang suka dan rutin membacanya. Apa-apa saja rahasia istighfar yang bisa Anda peroleh setelah Anda rutin membacanya ?