Cari Blog Ini

My_ISRA Rahmatan Lil'alamin

Rabu, 13 April 2016

HUKUM MAKMUM PADA IMAM UMMI


Hukum Makmum Pada Imam UMMI

disertai penjelasan tentang ;
  1. hukum al-fatihah dalam sholat
  2. hukum makmum pada imam Ummi
  3. kesalahan bacaan al-Fatihah yang Merubah makna
  4. Kesimpulan dan Saran
Hukum alfatihah dalam sholat
Membaca Surat al Fatihah merupakan salah satu dari rukun yang dibaca di setiap rakaat shalat, pada shalat fardlu dan shalat sunnah, shalat jahar dan shalat sir. Kewajiban ini bagi imam, makmum, ataupun yang shalat sendirian -sebagaimana yang dicantumkan oleh Imam al Bukhari sebagai bab dalam kitab al Shalah- berbeda dengan pendapat para fuqaha yang terdahulu maupun sekarang.
Dan pendapat yang paling benar –wallahu a'lam- adalah pendapatnya imam al Syafi'i, imam al Bukhari, jama'ah ahli hadits, dan selainnya. Yaitu imam dan makmum wajib membaca surat al Fatihah baik dalam shalat jahriyah maupun shalat sirriyah.
Kesimpulan di atas didasarkan pada beberapa hadits berikut ini:
1.      Hadits Ubadah bin Shamit, bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda:

لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
Tidak sah shalat bagi yang tidak membaca al Fatihah.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah)
2.      Dari Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu, Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda:

 Barangsipa yang mengerjakan shalat dan tidak mmbaca Ummul Qur’an (al Fatihah) di dalamnya, maka shalatnya terputus –beliau mengucapkannya tiga kali- dan tidak sempurna. Dikatakan kepada Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu, “sesungguhnya kami shalat di belakang imam.” Maka beliau berkata, “bacalah dalam hatimu.” (Hadits shahih riwayat. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai, dan Ibnu Majah)
3.      Dari Ubadah bin Shamit berkata, “kami shalat Shubuh di belakang Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam lalu beliau membaca ayat dan kelihatannya beliau mendapat kesulitan dalam membacanya. Setelah selesai beliau bertanya, “barangkali kalian ikut membaca di belakang imam kalian?” kami menjawab, “benar, dengan suara lirih wahai Rasulullah.” Beliau bersabda:

لَا تَفْعَلُوا إِلَّا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَإِنَّهُ لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِهَا
Janganlah lakukan, kecuali membaca al Fatihah, karena tidak sah shalat bagi yang tidak membacanya.” (HR. Abu Dawud, hadits ini dicantumkan imam al Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim: IV/123)
Hukum makmum pada Imam salah baca al Fatihah
Diantara persyaratan seorang bisa menjadi imam dalam shalat adalah memiliki kemampuan untuk membaca Al Qur’an dengan benar dan memiliki sejumlah hafalan tertentu menjadi sebab sahnya shalat.
Persyaratan itu bisa dianggap jika orang-orang yang bermakmum kepadanya adalah orang-orang yang memiliki kemampuan dalam membaca Al Qur’an.
tidaklah sah imamnya seorang yang ummi (tidak bisa baca Al Qur’an) terhadap orang yang bisa membacanya, tidaklah sah imamnya seorang yang bisu terhadap orang yang bisa membaca Al Qur’an atau terhadap orang yang ummi karena membaca adalah salah satu rukun didalam shalat. Tidaklah sah makmumnya seorang yang pandai membaca Al Qur’an dibelakang orang yang tidak pandai membacanya karena imam adalah penjamin dan yang bertanggungjawab terhadap bacaan makmumnya dan ini tidaklah mungkin terdapat didalam diri orang yang ummi.
Adapun imamnya seorang yang ummi untuk orang yang ummi juga atau bisu maka diperbolehkan, ini merupakan kesepakatan para fuqaha. Kemudian imamnya seorang yang selalu mengulang huruf fa’ atau ta’ atau yang melantunkan dengan suatu lantunan yang tidak merubah arti maka ia makruh menurut para ulama madzhab Syafi’i dan Hambali. Sedangkan menurut para ulama Hanafi bahwa seorang yang selalu mengulang huruf fa’ atau ta’ atau yang mengucapkan huruf siin menjadi tsa atau ro’ menjadi ghoin atau sejenisnya maka ia dilarang untuk menjadi imam. Menurut para ulama Maliki keimaman mereka dibolehkan. (al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal 2149)
Jumhur ulama (para ulama Hanafi, Maliki dan Hambali) menagatakan bahwa janganlah seorang makmum lebih kuat (mampu) keadaannya dalam membaca Al Qur’an daripada imamnya. Tidak diperbolehkan seorang pandai membaca Al Qur’an bermakmum dengan seorang yang ummi tidak dalam shalat wajib maupun sunnah. Tidak diperbolehkan seorang yang sudah baligh bermakmum dengan anak kecil, tidak diperbolehkan seorang yang mampu melakukan ruku’ dan sujud bermakmum dengan orang yang tidak mampu melakukan keduanya.
Demikian pula tidak sah makmumnya seorang yang sehat dibelakang orang yang sakit seperti penderita enuresis. Tidak sah makmumnya seorang yang menutup aurat dibelakang orang yang tampak auratnya sebagaimana pendapat para ulama Hanafi dan Hambali sementara hal itu dimakruhkan oleh Maliki,
Para ulama Hanafi menyebutkan sebuah kaidah dalam permasalahan ini,”Pada dasarnya keadaan imam walaupun seperti keadaan makmumnya atau lebih diatasnya maka shalat mereka semua dibolehkan. Akan tetapi jika imamnya dibawah kualitas makmum maka shalatnya imam sah dan shalat makmumnya tidaklah sah. Dan jika imamnya ummi sementara makmumnya seorang yang pandai membaca Al Qur’an atau imamnya bisu maka shalat imamnya juga tidak sah.
Para ulama Hanafi telah memperluas penerapan prinsip ini pada banyak permasalahan. Kadah ini diikuti oleh para ulama Maliki dan Hambali sementara para ulama Syafi’i menentang mereka dibanyak permasalahan. (al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal II 1899) Adapun jika dalam shalat berjama’ah, imam salah dalam membaca surat al Fatihah dan kesalahannya sampai merubah makna maka shalatnya batal, sebagaimana pendapat madhab Maliki. Seperti membaca (أَنْعَمْتَ : an'amta) dibaca (أَنْعَمْتُ : an'amtu), maka itu telah merubah makna dan ini membatalkan shalatnya. Bahkan, menurut Malikiyah, jika dia sengaja membaca seperti itu maka dia murtad. Sedangkan jika salah dalam membaca huruf  ض di baca ظ atau di antara keduanya, maka shalatnya sah.
Menurut Syaikh Musaid bin Basyir ‘Ali, Muhaddits dari Sudan, pendapat yang benar, shalat di belakang imam yang salah membaca al Fatihah adalah sah kecuali kalau kesalahannya itu sampai merubah makna. Dan apabila sampai merubah makna maka tidak boleh shalat di belakangnya kecuali dalam kondisi dharurat.
Ada pendapat dalam mazhab Syafi'i yang membolehkan bermakmum pada imam yang ummi. Abu Husain Al-Yamani dalam Al-Bayan fi Madzhab Al-Syafi'i hlm. 2/405-406 menyatakan:


والثالث خرجه أبو إسحاق المروزي على هذا التعليل: تصح صلاته خلفه بكل حال؛ لأن على القول الجديد، يلزم المأموم القراءة بكل حال، هذا مذهبنا.
Artinya: Pendapat ketiga dikeluarkan oleh Abu Ishaq Al-Maruzi berdasarkan alasan ini (yakni argumen bahwa tidak sahnya qari' bermakmum pada imam ummi karena imam menanggung Fatihah-nya makmum menurut qaul qadim): Sah shalat makmum di belakang imam yang ummi dalam segala keadaan. Karena, menurut qaul jadid, makmum wajib membaca Al-Fatihah dalam keadaan apapun (berjamaah atau sendirian). Ini adalah pendapat mazhab kita (Syafi'iyah).

Imam Syafi'i sendiri dalam qaul qadim menyatakan bahwa imam yang fasih fatihahnya sah bermakmum pada imam yang ummi asalkan dalam shalat sirriyyah (zhuhur dan ashar). Abu Husain Al-Yamani dalam Al-Bayan fi Madzhab Al-Syafi'i hlm. 2/405-406 menyatakan:

والقول الثاني قاله الشافعي في القديم : ( إن كانت الصلاة سرية صحت صلاة القاريء خلفه, وإن كانت جهرية.. لم تصح) لآن القراءة لا تجب على المأموم في الجهرية بل يتحملها الإمام على القول القديم وهذا الإمام عاجز عن التحمل, فلم تصح كالحاكم إذا كان لا يحسن الحكم فإنه لا يصح حكمه وإذا كانت سرية.. لزمت المأموم القراءة, وهو قادر عليها, فجاز له أن يأ تم بمن يعجز عنها, كصلاة القائم خلف القاعد
Artinya: Pendapat kedua dikatakan oleh Imam Syafi'i dalam qaul qadim: Apabila shalatnya sirriyyah maka sah shalatnya qari' (makmum yang fasih fatihahnya) di belakang imam yang ummi. Apabila shalat jahriyyah (maghrib, isya', shubuh) .. tidak sah. Karena, bacaan Al-Fatih itu tidak wajib bagi makmum pada shalat jahriyyah karena ditanggung oleh imam menurut qaul qadim sedangkan imam tersebut tidak mampu menanggungnya maka tidak sah shalatnya makmum sebagaimana hakim apabila tidak pandai hukum maka ia tidak sah keputusannya. Apabila shalat sirriyyah .. maka wajib bagi makmum membaca Al-Fatihah sedangkan dia mampu membacanya maka boleh baginya bermakmum pada imam yang tidak mampu membaca Al-Fatihah dengan baik sebagaimana shalatnya makmum yang mampu berdiri di belakang imam yang duduk.
Ibnu Qudamah mengatakan bahwa barangsiapa yang meninggalkan satu huruf dari huruf-huruf dalam surat al Fathihah dikarenakan kelemahan membacanya atau merubahnya dengan huruf yang lain, seperti orang yang al altsagh (merubah huruf ro’ menjadi ghoin), al arotti (orang yang mengidghomkan satu huruf ke huruf lainnya) atau melagukan dengan dengan lagu yang merubah makna seperti orang yang mengkasrohkan huruf kaf pada iyyaka atau orang yang mendhommahkan huruf ta’ pada an’amta dan tidak mampu memperbaikinya maka orang itu adalah seperti seorang yang ummi dan tidak diperbolehkan bagi seorang yang pandai membaca al Qur’an bermakmum kepadanya.
Dan diperbolehkan bagi setiap mereka menjadi imam bagi orang yang memiliki bacaan seperti dirinya karena keduanya adalah orang yang ummi, diperbolehkan bagi salah seorang dari mereka berdua menjadi imam bagi seorang lainnya seperti dua orang yang tidak bisa memperbaiki bacaannya sedikit pun.
Sedangkan apabila seorang yang mampu memperbaiki bacaannya namun ia tidak melakukannya maka shalatnya tidak sah begitu juga dengan shalat orang yang bermakmum dengannya. (al Mughni juz II hal 411)
Mufaraqah Dari Imam Sholat Yang Buruk Bacaannya
Tentang niat mufaroqoh (memisahkan diri) seorang makmum dari imam lalu dia menyelesaikan shalatnya sendirian baik karena adanya uzur atau tidak maka ini boleh meskipun makruh menurut para ulama Syafi’i karena ia memisahkan diri dari berjama’ah yang merupakan kewajiban atau sunnah yang muakkad.
Sedangkan menurut para ulama Hambali bahwa mufaroqoh dibolehkan jika terdapat uzur. Sedangkan jika tidak terdapat uzur didalamnya maka dalam hal ini terdapat dua riwayat, pertama : shalat orang yang mufaraqoh itu tidak sah, pendapat inilah yang benar. Kedua : shalatnya sah.
Para ulama Syafi’i mengecualikan pada shalat jum’at…
Diantara perkara-perkara yang dikatakan uzur seperti : panjanganya bacaan imam, meninggalkan salah satu sunnah shalat seperti tasyahhud awal, qunut—maka dirinya boleh mufaroqoh dengan mengerjakan sunnah itu—atau sakit, khawatir dirinya diserang rasa ngantuk, terdapat sesuatu yang merusak shalatnya, takut hartanya hilang atau rusak, ketinggalan rombongan, atau terdapat orang yang meninggalkan shaff lalu tidak ada orang menggantikannya untuk berdiri disampingnya.
Dalil mereka adalah apa yang disebutkan didalam ash shahihain,”Bahwa Muadz melaksanakan shalat isya bersama para sahabatnya dan ia memanjangkan (bacaannya) lalu terdapat seorang laki-laki yang keluar (dari shaff) dan mengerjakan shalat. Kemudian Muadz mendatangi Nabi saw dan menceritakannya dan Rasulullah saw pun marah dan mengingkari apa yang dilakukan Muadz dan beliau saw tidak mengingkari apa yang dilakukan lelaki itu serta beliau saw tidak memerintahkannya untuk mengulang shalatnya.”
Para ulama Hanafi mengatakan bahwa boleh seorang makmum melakukan salam sebelum imam meski hal itu makruh, akan tetapi mereka tidak mempebolehkan melakukan mufaroqoh. Sedang para ulama Maliki mengatakan barangsiapa yang bermakmum dengan seorang imam maka tidak boleh baginya melakukan mufaroqoh. (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz II 1227)
Jadi mufaroqoh yang anda lakukan ketika terdapat uzur termasuk bacaan imam yang tidak baik dalam al Fatihah diperbolehkan menurut madzhab Syafi’i dan Hambali. Meskipun hal itu diperbolehkan akan tetapi apabila dilakukan terus menerus tentunya akan menjadi perhatian para makmum lain yang ada di sekitar anda bisa jadi diantara mereka terdapat orang-orang awam yang tidak memahami hukum-hukum yang berkaitan dengan shalat secara baik sehingga dikhawatirkan memunculkan fitnah karena ketidaktahuan mereka.
Untuk itu ada baiknya anda mengingatkan permasalahan ini kepada imam tersebut dengan cara yang penuh hikmah dan bijaksana serta sebisa mungkin dilakukan secara sembunyi antara anda dan dirinya saja dan meminta agar yang bersangkutan memperbaiki bacaannya atau jika tidak bisa agar menyerahkan keimamannya kepada orang yang lebih baik bacaannya.
Jika nasehat atau peringatan yang anda sampaikan kepadanya tidaklah diterima atau dijalaninya sehingga orang itu tetap saja bersikukuh untuk menjadi imam shalat-shalat fardhu di masjid anda sementara kualitas bacaannya masih tidak baik (buruk) maka hendaklah anda mencari masjid lain sekitar rumah anda yang bacaan imamnya baik meski hal itu menjadikan berkurangnya jumlah makmum di masjid tempat anda. Dikarenakan sahnya shalat seseorang didalam shalat berjama’ah dipengaruhi juga oleh kualitas bacaan imam. Oleh karena itu setiap orang bertanggung jawab untuk menentukan siapa imam shalatnya sehingga shalatnya menjadi sah.
Bila makmum mengetahuinya setelah rampung shalat maka wajib mengulang shalatnya kalau mengetahuinya ditengah-tengah shalat maka ia wajib memutus shalatnya dan memulai lagi

( ولو اقتدى بمن ظنه أهلا ) للإمامة ( فبان خلافه ) كأن ظنه قارئا أو غير مأموم أو رجلا أو عاقلا فبان أميا أو مأموما أو امرأة أو مجنونا أعاد الصلاة وجوبا لتقصيره بترك البحث في ذلك
( قوله أعاد ) أي المقتدي وهو جواب لو ومحل الإعادة إن بان بعد الفراغ من الصلاة فإن بان في أثنائها وجب استئنافها
Bila ia (seorang laki-laki) bermakmum pada imam yang menurut prasangkanya ahli/mahir untuk menjadi imam tetapi kenyataannya berbeda seperti ia menyangka imamnya Qaari’ (ahli baca alQuran) atau bukan berstatus makmum atau laki-laki, atau berakal tapi kenyataannya imamnya UMMI (tidak fashih baca alquran) atau berstatus makmum pada orang lain atau perempuan atau gila maka ia wajib mengulang shalatnya karena sembrononya dalam rangka tidak mau meneliti imamnya terlebih dahulu sebelum shalat.
(keterangan maka ia wajib mengulang) bila kejelasan kenyataan imamnya setelah ia rampung shalat tapi bila kejelasannya ditengah-tengah shalat maka ia wajib memutuskan shalatnya dan memulainya dari awal lagi. I’aanah at-Thoolibiin II/52

KESALAHAN AL-FATIHAH YANG MERUBAH MAKNA
Imam An-Nawawi -rohimahulloh- berkata:
إِذَا لحن فِي الفَاتِحَةِ لَحْناً يُخِلُّ المَعْنَى لَمْ تَصِحْ قِرَاءَتُهُ وَصَلاَتُهُ إِنْ تَعَمَّدْ، وَتَجِبُ إِعَادَةَ القِرَاءَة إِنْ لَمْ يَتَعَمَّدْ، وَإِنْ لَمْ يُخِلْ المَعْنَى لَمْ تَبْطُلْ صَلاَتُهُ وَلاَ قِرَاءَتُهُ، وَلِكَنِّهُ مَكْرُوْهٌ وَيحرم تَعَمَّدُهُ، وَلَوْ تَعَمَّده لَم تَبْطُلْ قِرَاءَتُهُ وَلاَ صَلاَتُهُ. اهـ
“Apabila salah dalam membaca Al-Fatihah yang merusak maknanya, maka tidak sah bacaan dan sholatnya dengan syarat ia sengaja dalam melakukan hal itu, dan wajib mengulangi bacaannya apabila ia tidak sengaja melakukannya.
Dan kalau tidak merusak makna, maka tidak batal sholat dan bacaannya, akan tetapi makruh dan harom hukumnya apabila ia sengaja melakukannya, kalaupun sengaja melakukannya maka tidak batal  bacaannya.” [lihat “Majmu’” (3/393)]

AL-FAATIHAH

(PEMBUKAAN)

بسم الله الحمن الرحيم

[1] Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
~ Penambahan satu titik pada huruf ha’ di kata yang terakhir (ar-rohiim) menjadi (ar-rokhiim) ternyata mengubah arti.
·        رَحِيْم = penyayang

·        رَخِيْم = merdu

الحمدلله رب العالمين 

[2] Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

~ Perubahan huruk ha’ pada kata yang pertama (al-hamdu) menjadi kaf (al-kamdu) juga mengakibatkan perubahan makna.
·        اَلْحَمْدُ = pujian/segala puji

·        اَلْكَمْدُ = penderitaan, kesedihan yang sangat, kesuraman
SALAH

االهمدلله
Segala diam, pasif dan mati untuk ALLAH Tuhan Pemelihara segala penyakit.
Jangan menyamakan ع dengan ؤ ئ أ


الرحمن الرحيم

[3] Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

~ Penambahan satu titik pada huruf ha’ di kata yang terakhir (ar-rohiim) menjadi (ar-rokhiim), sebagaimana telah disebutkan dalam ayat ke-1, ternyata mengubah arti.
·        رَحِيْم = penyayang

·        رَخِيْم = merdu
Atau bacaan
Mengganti ح dengan خ
Maha Menurunkan penyakit melalui hujan gerimis yg berkepanjangan.

مالك يوم الدين

[4] Yang menguasai Hari Pembalasan.
~ Lafal maaliki boleh dibaca panjang (maaliki) yang berarti pemilik atau yang menguasai, dan boleh juga dibaca pendek (maliki) yang berarti Raja.
Atau kaf panjang dapat mengubah makna
مالكي يوم الدين
Yang Menguasaiku / Yang menjadi Tuhanku adalah hari pembalasan. (bukan ALLAH tuhanku).
nb : memberi spasi di MALIKI ,-, YAUMIDDIN  saat membaca ayat ini adalah sama dengan memanjangkan bacaaan 
مالك menjadi مالكي.

 إياك نعبد وإياك نستعين
[5] Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.
 اِيَّاكَ  = hanya Engkau
Iyyaaka na’budu = hanya Engkau yang kami sembah.
Wa iyyaaka nasta’iin = dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.
SALAH
إيياكا نأبد وإيياكا نستئين

Kami lebih abadi dari Engkau, dan kami minta perpanjangan waktu.
Jangan memanjangkan bacaan pendek dan jangan memendekkan bacaan panjang
Jangan menukar ع dengan إ ؤ ئ / ء
~ Penghilangan tasydid atau syiddah pada lafal iyyaaka menjadi iyaaka ternyata mengakibatkan perubahan makna yang sangat fatal.
اِيَاكَ  = cahaya matahari-Mu
Iyaaka na’budu = kepada cahaya matahari-Mu kami menyembah.

Wa iyaaka nasta’iin = dan kepada cahaya matahari-Mu kami meminta pertolongan. . [lihat “Mu’jam” Al-Manaahiy Al-Lafdziyyah” (91)]


 إهدنا الصراط المستقيم
[6] Tunjukilah kami jalan yang lurus,
Menfathahkan hamzah washl pada kalimat (اِهْدِنَا) yang menjadi (اَهْدِنَا) yang maknanya adalah berikanlah kami hadiah. [lihat “Hasyiyah Ar-Roudh” (2/312) Mumti’ (3/80).
SALAH
إهدنا السرات المستكيم
Berikan kami sertifikat segundikan seperti gundukan punuk onta.
Jangan mengganti 
ص dengan س
ط dengan ت
ق dengan ك

 صراط الذين انعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الضالّين
[7] (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni'mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
SALAH
سرات الذين انئمت اليهم كير المكدوب اليهم ولا الدالّين
yaitu sertifikat org org yg kau beri seperti auman singa yg keras dan sertifikat seujung kuku dan sertifikat yg ngeles.
Jangan menukar 
ص dengan س
ع dengan ئ ؤ أ ء
غ dengan ك
ض dengan د

KESIMPULAN DAN SARAN
Al-fatihah adalah salah satu-satunya surat yang wajib dalam sah sholat, sekaligus himpunan keseluruhan dalam al-qur’an, meninggalkan surat al-fatihah dalam sholat menjadi problematic fatal dalam keabshahan sholat. Maka dari itu, harus menjadi perhatian khusus kita dalam belajar al-qur’an terutama untuk generasi penerus perjuangan hidup kita menegakkan kalimah Allah.
Apalagi jika terkait dengan sholat berjama’ah, merupakan satu kesatuan bersama melaksanakan ibadah sholat, yang mana berujung tombak pada seorang imam (pemimpin dalam sholat). Para imam madzhab melarang untuk tidak bermakmum pada imam yang ummi bagi yang bacaan berkualitas lebih baik. Adapun Hokum keabshahan bermakmum pada imam yang ummi terbagi menjadi beberapa penjelasan, sebagai berikut :
  1. Shalat di belakang imam yang salah membaca al Fatihah dengan kesalahan itu sampai merubah makna, Menurut Maliki, Hanafi dan Hambali.
  1. Sedang Bagi Syafi’iyah, terjadi pergeseran pendapat hokum serta hal yang diperincikan selain antara Qoul Qadim dan Qoul Jadid, dengan penjelasan berikut :
Imam Syafi'i dalam qaul qadim: Apabila shalatnya sirriyyah maka sah shalatnya qari' (makmum yang fasih fatihahnya) di belakang imam yang ummi. Apabila shalat jahriyyah (maghrib, isya', shubuh) .. tidak sah. Karena, bacaan Al-Fatih itu tidak wajib bagi makmum pada shalat jahriyyah karena ditanggung oleh imam menurut qaul qadim sedangkan imam tersebut tidak mampu menanggungnya maka tidak sah shalatnya makmum sebagaimana hakim apabila tidak pandai hukum maka ia tidak sah keputusannya. Apabila shalat sirriyyah .. maka wajib bagi makmum membaca Al-Fatihah sedangkan dia mampu membacanya maka boleh baginya bermakmum pada imam yang tidak mampu membaca Al-Fatihah dengan baik sebagaimana shalatnya makmum yang mampu berdiri di
  1. Sedangkan jika kesalahan bacaan Al-fatihah tidak merubah Makna maka terjadi perselisihan hokum antara diperbolehkan (Mubah) menurut Maliki, Makruh menurut Syafi’I dan Hambali, serta terlarang (tidak sah, pen ) bagi pendapat Hanafi. Diantara perselisihan tersebut menghukumi makruh (larangan tapi tak berdampak pada keabshahan) terasa menjadi pilihan tepat.
 demikian... jika terdapat kesalahan mohon untuk dikritik, saran dan diperbaiki dalam rangka membangun demikian terima kasih.



0 komentar: