Cari Blog Ini

My_ISRA Rahmatan Lil'alamin

Kamis, 07 April 2016

Teologi Pembebasan

بسم الله الرحمن الرحيم
T E O L O G I   P E M B E B A S A N
Oleh : Moh. Kosim

Di sini saya hanya mencantumkan yang perlu untuk dibahas menurut pendapat saya setelah menganalisa eksistensi peradaban islam. sedangkan 3 bab yang sebelumnya sebagaimana kisi-kisi yang sahabati berikan, saya kira sahabati sudah kuasai tiga bab tersebut sesuai peradaban baratnya, yaitu :
Pengertian teologi pembebasan
Sejarah teologi pembebasan, dan
Tujuan teologi pembebasan
Peradaban Islam Vs Peradaban Barat
Versi Teologi pembebasan barat
Teologi Pembebasan adalah kata majemuk dari teologi dan pembebasan. Secara etimologis, teologi berasal dari theos yang berarti Tuhan dan logos yang berarti ilmu.
Teologi Pembebasan pada awalnya muncul di Eropa abad kedua puluh dan menjadi studi penting bagi agama-agama untuk melihat peran agama untuk membebaskan manusia dari ancaman globalisasi dan menghindarkan manusia dari berbagai macam dosa sosial, serta menawarkan paradigma untuk memperbaiki sistem sosial bagi manusia yang telah dirusak oleh berbagai sistem dan ideologi dari perbuatan manusia sendiri (Wahono, 2000 : I ).
Secara tidak langsung teologi pembebasan merupakan sebuah teologi (ilmu ketuhanan) keagamanan dalam memperbaiki tatanan sosial menuju pembebasan kelompok tertindas dari sesuatu yang menyengsarakannya baik dalam segi politik maupun ekonomi.
Tempat Kelahiran teologi pembebasan mempengaruhi sepak terjangnya, yang anti kemapanan, baik kemapanan relijius maupun politik Sehingga perlunya menawarkan paradigma-paradigma (kemanusiaan) untuk memperbaiki sistem sosial. kemudian Engineerpun mengintepretasikan kembali ungkapan Karl Marx yang terkenal—yakni bahwa agama adalah candu bagi masyarakat—bukan sekedar mencandukan kesadaran masyarakat, agama juga turut memantapkan status quo dan tidak mendukung perubahan.
Tapi sebelum menerima pendapat Enginer yang perlu dipertanyakan adalah agama yang mana yang dimaksud ??? dan sistem maupun ideologi yang mana yang di maktub?? 
Fondasi utama Peradaban barat adalah pure rasio (Akal) sebagaimana yang digunakan filosof yunani kuno “thales” untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan. Walaupun akal mempunyai potensi pada kebaikan tapi keterbatasan akal dan yang mengelilinginya yang melemahkan potensi akal pada kebaikan menjadi keburukan. kerja akal terkadang terpengaruh oleh sifat hewaniyah manusia itu sendiri yaitu hawa nafsu, kecenderungan harta dan mudah terpengaruh oleh setiap apa yang dilihat, didengar dan dirasakan, maka dari itu akal tidak serta merta untuk dijadikan sebuah landasan pemikiran yang mengarah pada kemaslahatan.
Oleh sebab itulah, seiring perkembangan teologi pembebasan di eropa hanya lebih pada pemikiran (pemikiran tak terbimbing) sedangkan di amerika latin merupakan bagian dari gerakan para agamawan melawan hegemoni kekuasaan negara totaliter. 
Amerika Latin tempo dulu. Camilo Torres, seorang pastor, sosiolog, dan gerilyawan, dibunuh pasukan Kolombia di pegunungan berhutan di Bucaramanga pada 15 Februari 1966. Di Desa Ribeiro Bonito, Brasilia Selatan, pada 11 Oktober 1976. Pastor Desa Pater John Bosco Burnier SJ (Serikat Jesus) ditembak mati oleh seorang kopral karena mencoba menyelamatkan dua wanita yang dianiaya sang kopral dan kawan-kawannya. Pater Rutilio Grande SJ dibantai The White Warrior Union—pasukan penjagal manusia dan pelindung tuan tanah—di sebuah desa di San Salvador, 12 Maret 1977.
Sebuah potensi pemikiran kesadaran sebagai seorang agamawan yang dimiliki oleh setiap umat manusia, patut untuk dihargai... walaupun tak ada tawaran paradigma dan ideologi yang mampu menata tatanan sosial menuju kesejahteraan berkepanjangan sebagaimana tersirat dalam sejarah. Hal ini berbeda dengan peradaban islam, berbasiskan akan akidah membimbing akal dalam bekerja mewujudkan kesejahteraan, mulai dari periode pertama hingga akhir, secara sistem ideologi sudah mampu menciptakan tatanan sosial yang harmonis, adil dan tentram sebagaimana tersirat dalam sejarah.
Perjalanan Hakekat Islam Dalam Peradaban Islam
Pengutusan seorang Rasul baik dari rasul pertama sampai rasul terakhir yaitu Muhammad SAW pada dasarnya adalah sebuah usaha untuk mengembalikan umat manusia pada fitrahnya sejak dilahirkan yaitu Hamba, Hamba Allah SWT.
Proses usaha pengembalian umat manusia ini tidak serta merta dapat di terima oleh khalayak ramai karena selain hal ini bersifat abstrak / ghoib tapi juga teramat asing terdengar bagi mereka. Oleh karena itulah, dibutuhkan sistematika perencanaan yang bijak dari sang maha bijak melalui perantara manusia pilihan.
Itulah rahasia dibalik gelar Al-amien beliau, rahasia dibalik akhlak mulia beliau dan dibalik tutur sopan santun beliau, yang dijaga benar-benar oleh sang pencipta agar umat manusia menaruh perhatian dan kepercayaan secara utuh kepada beliau.
Atas dasar pondasi kepercayaan inilah, akidah islamiyyah disampaikan dan diterima. Sedangkan Bagi para pembangkang, seorang utusan pula dibekali Mujizat untuk melemahkan setiap argumen-argumen mereka. Mujizat yang sampai kini dapat dirasakan dan menjadi penguat bagi umat muslim untuk melemahkan para musuh-musuh Allah SWT.
Kehidupan Nabi Muhammad sendiri merupakan teladan tak tersangkal yang semestinya lebih dihidupkan lagi dalam konteks kehidupan sekarang ini. Iman (akidah) Muhammad kepada Allah yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari di tengah kehidupan fakir miskin merupakan bukti nyata. 
Eksistensi Akidah memegang peran penting dalam perjalanan peradaban islam berikutnya. Akidah, keyakinan akan eksistensi Allah SWT, yang dibumbui oleh sebuah kabar baik dan ancaman bagi orang-orang yang meyakini dan mengingkarinya mewarnai aneka interpretasi dari setiap Firman-Firmannya yang berupa perintah dan larangan baik dalam aspek ubudiyah maupun muamalah atau dapat dikata baik dalam hubungan vertikal maupun hubungan horizontal.
Aspek ubudiyah adalah bagaimana kita merealisasikan akidah dalam sebuah bentuk penyembahan sehingga terkadang terbentuk berupa ritual-ritual sehingga dibutuhkan ketaatan dan keyakinan akan eksistensiNYA yang nyata. Ritual-ritual ini dicontohkan secara langsung dari seorang utusan Allah dan dijaga keutuhan oleh para pengikut-pengikutnya mulai dari sahabat sampai pada tabiin-tabiin-tabiin dan seterusnya, karena larangan keras bagi orang-orang yang membuat ritual-ritual lain selain yang telah diajarkan. Sekali lagi penekanan, ritual ini adalah sebuah bentuk ketaatan, penyembahan akan keesaan sang pencipta.
Berbeda dalam masalah yang bersifat horizontal, muamalah.... pada masa kenabian Rasulullah, Allah benar-benar membimbing utusanNYA dalam setiap jejak-jejak langkah yang ia lalui, dalam setiap peristiwa yang di hadapi, dan dalam setiap pertanyaan yang diajukan. Dan ternyata dibalik sebuah bimbingan-bimbingan Allah ini, Dia ingin menjadikan manusia sebagai kholifah dimuka bumi ini untuk menciptakan keharmonisan, kedamaian dan ketentraman sesama makhluk Allah, dipercayakan seutuhnya pada manusia. Oleh karena itu, bimbingan-bimbingan Allah, hidup, berjalan seiring zaman... bimbingan Allah terkadang ada yang bersifat inti sehingga memunculkan multi interpretasi atau terkadang bersifat ketegasan hukum sehingga memunculkan filosofistik dalam hukum.
Dari sinilah, mengapa dalam setiap masa sepeninggal Rasulullah SAW terjadi perkembangan demi perkembangan, terutama dimasa Umar bin Khottob yang digelari imam al-mujtahid karena ditimbang lebih mengetahui akan maksud-maksud sebuah hukum dikeluarkan oleh Allah dan diterapkan oleh Rasulullah SAW (dapat dikata maqashid as-syariah) sehingga memunculkan terobosan-terobasan hukum yang berbeda karena menimbang kontekstualisasi kemaslahatan dimasa-masa itu. Sekali lagi penekanan, dalam masalah horizontal, muamalah, Allah SWT berusaha memberikan jalan besar (Syariah) kepada manusia untuk menuju kemaslahatan namun bukan berarti manusia tidak dapat ikut handel dalam kemaslahatannya, manusia memiliki handel untuk menggunakan akal sebagai anugerah terhebat yang pernah diberikan selain hanya pada manusia, akal tersebut harus berupa akal terbimbing (menginterpretasi wahyu ilahi menuju kemaslahatan sosial) dalam bahasa penulis, atau akal faal dalam bahasa filosof. Keikutsertaan manusia dalam memutuskan inilah membuktikan bahwa manusia adalah wakil/pengganti/kholifah dimuka bumi, yang menjaga keharmonisasian kehidupan dimuka bumi. 
Keharmonisan hidup bermasyarakat dan bernegara hingga akhirnya terganggu oleh orang-orang penguasa yang berusaha mengeksploitasi akidah dan memasung sebuah keputusan hukum (Syariah) di sesuaikan dengan kemauan mereka, bukan didasarkan pada jiwa syariat.
Selain itu pula, dimasa perkembangan selanjutnya islam terkungkung pula oleh interpretasi kebakuan-kebakuan perintah melalui perpaduan antara tersusunnya disiplin ilmu agama (internal)  dan diiringi pula interdisiplin ilmu (eksternal) yang dibuat oleh generasi sebelumnya dengan bertujuan untuk memerangi dan meluruskan setiap penyelewengan-penyelewengan yang berasaskan Agama, justru pada generasi setelahnya menghilangkan ruh-ruh hakekat dibalik perintahNYA. Yang ada hanyalah saling berdebat mengakui akan dirinya yang paling benar melalui interpretasi displin ilmu dan interdisiplin ilmu masing-masing golongan.
Dari sinilah, tugas teologi pembebasan dalam islam untuk menghilangkan sekat-sekat yang merintangi dan mengarahkan kembali pada pemulihan hakekat ruh datangnya islam dimuka bumi sebagai Rahmatan Lilalamin.
Teologi Pembebasan Islam
Secara tidak langsung teologi pembebasan Menuntut peran para agamawan dan agama agar ikut andil dalam menciptakan keharmonisan kehidupan sosial bermasyarakat, merupakan orientasi dari eksistensi teologi pembebasan. secara tidak langsung teologi pembebasan menuntut ekspresi dari para penganut agama terhadap lingkungan sosial sebagai wujud bentuk pengabdian diri kepada Tuhan yang esa, yang menghendaki kedamaian dan keadilan.
Tuntutan ini merupakan tuntutan yang logic. Dengan kata lain, seorang pengabdi akan mengikuti kehendak orang yang di abdikan dan jika seorang pengabdi bertolak belakang atas kehendak orang yang di abdikan maka pengabdiannya perlu dipertanyakan, benarkah ia seorang pengabdi atau bukan.
Seorang pengabdi hamba Allah akan menampakkan pengabdiannya dengan berupa ritula-ritual ibadah baik itu rasional ataupun tidak sebagai simbolik dan syiar bahwa dirinya adalah seorang pengabdi. Karena bersifat ritual, dan ritual ini seutuhnya berasal dari perintah Allah maka sesungguhnya tujuan dasar ritual adalah agar seorang pengabdi lebih mengenal (Marifat) dan taat (sumpah setia) pada setiap sesuatu yang dikehendaki oleh yang di abdi (Allah) atas eksistensi dirinya di dunia, yaitu sebagai kholifah dimuka bumi.
Sedangkan untuk lebih mengenal atas apa yang dikehendaki maka Allah, sang pencipta sekaligus yang di abdi menyiratkan Firman-FirmanNYA melalui seorang utusan langit (malaikat) pada utusan dimuka bumi (Rasulullah) agar di sampaikan pada makhluk yang di jadikan Kholifah dimuka bumi ini (Umat manusia), sebagai bimbingan kearah yang di kehendaki yang kedamaian dan keadilan sosial.
Karena itulah seorang agamawan terutama umat muslim dituntut menyebarkan kebaikan dimuka bumi ini melalui sebuah istilah teologi pembebasan. Namun, penyebaran kebaikan ini tidak akan berlangsung dengan lancar walaupun sudah mempelajari dan mengetahui tuntunan kehendak dari sang di abdi karena manusia selalu akan tetap bersinggungan dengan godaan syaithon, hawa nafsu, harta, jabatan dan wanita. Sebagaimana tersirat dalam sejarah peradaban islam, dimana terdapat tinta-tinta hitam, di warnai dengan perebutan jabatan dan harta yang mengeksploitasi akidah umat dan kehendak perintah sang pencipta. Selain itu pula dimasa perkembangan selanjutnya terdapat interpretasi kebakuan-kebakuan perintah melalui perpaduan antara disiplin ilmu (internal) dan interdisiplin ilmu (eksternal) yang dibuat oleh generasi sebelumnya dengan bertujuan untuk memerangi dan meluruskan setiap penyelewengan-penyelewengan yang berasaskan Agama, justru pada generasi setelahnya menghilangkan ruh-ruh hakekat dibalik perintahNYA. Yang ada hanyalah saling berdebat mengakui akan dirinya yang paling benar.
Sehingga yang di kenal sampai saat ini hanyalah berkisar antara dosa atau tidak dan antara berpahala atau tidak. agamapun menjadi tunggangan orang-orang yang berkepentingan dan tunggangan untuk saling melegitimasi pendapatnya paling benar tanpa menghiraukan hakekat tujuan dari eksistensi agama islam sebagaimana kehendak Allah dan mengabaikan keadaan sosial masyarakat baik disekitar lingkungannya maupun masyarakat umum.
Orientasi teologi pembebasan adalah dalam rangka membebaskan ideologi agama dari segala macam yang menunggangi dan membelunggu untuk membela kelompok tertindas, mewujudkan sebuah tatanan sosial masyarakat yang harmonis. Islam berisikan akan akidah, keyakinan yang mendorong untuk taat dan pasrah. Islam juga mengajarkan untuk menempatkan manusia sederajat (egaliter) dan menolak segala bentuk penindasan, menumpuk harta, riba, kemiskinan dan kebodohan. Banyak ayat-ayat Al-Quran yang menyinggung masalah-masalah sosial, yang bersifat kolektif (umat) dan personal. Menurut Al-Quran, hak atas kekayaan itu tidak bersifat absolut. Semua yang ada di bumi dan di langit adalah kepunyaan Allah, dan manusia dilarang membuat kerusakan di keduanya.
Dalam pandangan Ali Syariati semua ideologi dunia ini telah gagal membebaskan manusia dan sebaliknya menciptakan bentuk-bentuk ketidakadilan baru dan penindasan baru pula dalam ungkapan dan sarana yang berbeda. Karenanya untuk mengatasi problem sosial ini harus dicari jalan baru, sebuah jalan ketiga yang menurut Ali Syariati bisa diperankan oleh Islam.
Hukum islam, untuk mewujudkan keadilan sosial dan ketentraman dikalangan masyarakat, sudah terbukti dengan sistem yang terbungkus dengan ideologi islam dalam masa-masa kejayaan kepemerintahan islam mulai sejak masa nabi hingga masa-masa akhir walaupun terdapat gejolak-gejolak permasalahan yang melingkupi dan mewarnai tinta-tinta hitam di catatan sejarah. 
Menemukan kembali ruh syariah yang telah hilang dalam sejarah merupakan salah satu diantara terwujudnya teologi pembebasan islam yang berasal dari pemikiran-pemikiran akal terbimbing wahyu ilahi (oleh Al-Quran dan Hadis), yaitu dengan Memperotoli ayat demi ayat untuk menemukan pesan tersirat. Dan berusaha melepaskan diri terhadap sesuatu yang menghalangi dan merintangi akan kemurnian praktek ideologi sebagaimana yang telah terjadi dalam sejarah. 
Tujuan Teologi Pembebasan islam
Mengembalikan umat manusia kepada fitrohnya yaitu seorang pengabdi, Hamba Allah.
Mengkontekstualisasikan diri sebagai pengabdi, di lingkungan sosial
Menemukan kembali jati diri umat manusia sebagai kholifah dimuka bumi dalam mewujudkan kedamaian, keadilan dan keharmonisan tatanan sosial masyarakat dan lingkungan sekitarnya, yaitu dengan menggunakan akal terbimbing (terbimbing oleh setiap pesan tersirat dalam firman-firmannya, berupa Al-Quran dan Hadis).
Membelenggu sifat hewaniyah (kerakusan akan harta dan keterlenaan akan nafsu) dalam diri manusia yang akan menodai setiap perbuatan manusia sebagai kholifah dimuka bumi, sebagaimana tersirat dalam tinta hitam sejarah peradaban islam.

Konsep Teologi Pembebasan Islam
Iman
Konsep yang pertama dalam teologi pembebasan adalah Iman, kepercayaan dan keyakinan. Engineer percaya bahwa orang yang beriman pasti dapat dipercaya, berusaha menciptakan kedamaian dan ketertiban, dan memiliki keyakinan terhadap semua nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan.
Kepercayaan Engineer ini cukup beralasan, jika di runtut secara rasio seorang yang beriman mempunyai rasa takut yang besar terhadap sang penciptanya, akan siksa-siksa yang akan diberikan kelak dan mempunyai harapan besar terhadap kabar-kabar baik yang ia terima berupa kebahagiaan diakhir kelak yang dikenal dengan hari akhirat. Sehingga sebagai konsekuensinya, ia akan berusaha mencari nilai-nilai kebaikan yang akan mewujudkan kedamaian untuk memperoleh keridloan dari sang pencipta dan menjauhi kemungkaran untuk menghindari kemurkaan sang Pencipta.
Konsep pertama dalam teologi pembebasan jika di telaah lebih lanjut merupakan tipak tilas jejak peradaban islam, dimulai dengan keyakinan dan keimanan sebagai tingkat dasar menjadi akal terbimbing, yang kemudian diikuti akan kepatuhan dan ketaatan terhadap perintah-perintahNYA untuk menjadi kholifah dimuka bumi dengan menginterpretasi setiap Firman-FirmanNYA yang mengandung kebaikan-kebaikan kepada kesejahteraaan sosial, individual dan negara.

Tauhid
Tauhid, konsep kedua teologi pembebasan, menjadikan umat manusia beragama seorang pengabdi, penyembah pada sang pencipta dengan meng-esakana dan melakukan berbagai ritual-ritual ibadah yang telah di perintahkan seperti sholat, puasa, dzikir, membaca Al-Quran dan bahkan yang berbau sosial seperti zakat, hanya untuk memupuk konsep pertama teologi pembebasan (iman) agar bernilai lebih, sehingga mengukuhkan dan membentengi akal terbimbing dari berbagai musuh-musuhnya berupa hawa nafsu, godaan harta dan jabatan.
Sekedar penekanan, Konsep tauhid bukan berarti merupakan paham ketauhidan yang mengajarkan paham kemajemukan keagamaan (religious plurality) sebagai titik pertemuan (kalimat al-aswa) di antara agama-agama. Sehingga berakhirkan sebuah pengakuan kebenaran agama lain dan bahkan menyangsikan agama sendiri hanya untuk menciptakan sebuah perdamaian dan kesejahteraan diantara umat beragama. Hal ini walaupun bersifat intelektual adalah sebuah paradigma tidak benar (sesat, -pen) karena untuk mewujudkan perdamaian dan kesejahteraan antar agama masih ada ide umum (konsep) TOLERANSI yang masih perlu dicermati dengan seksama dan hal itu bertentangan dengan Al-Quran dan Hadis.
Jihad
Jihad, dalam secara istilah adalah berjuang menjadi konsep teologi pembebasan ketiga. Istilah Jihad mempunyai nilai ibadah tersendiri karena istilah jihad merupakan istilah perjuangan melawan angkara murka untuk membebaskan / membela kaum-kaum tertindas, sengsara akibat korban perpolitikan, kebijakan maupun sistem ideologi yang dianut. 
Terdapat 2 jenis jihad yang ingin dikemukakan pada kesempatan ini, dimana antara satu dan yang lain ditimbang mempunyai keterkaitan yang erat untuk memperoleh keutuhan kebaikan yang tanpa diiringi sifat pragmatisme, penuh keikhlasan.
Jihad yang pertama adalah jihad yang bersifat internal, sebagaimana tersirat dalam hadis, nabi bersabda :
افضل الجهاد ان تجاهد نفسك وهواك فى ذات الله (رواه الديلمى)
”Jihad yang paling utama adalah jihad memerangi nafsu serta keinginan karna dzatia Allah SWT”
Setelah jihad pertama, beranjak pada jihad kedua yaitu jihad melawan angkara murka kebatilan untuk membebaskan / membela kaum-kaum tertindas, sengsara akibat korban perpolitikan, kebijakan maupun sistem ideologi yang dianut. Dengan sistematika demikian tidak akan menimbulkan sikap pragmatis dan perhitungan karena yang dituju KEIKHLASAN mencapai mardlotillah.







Mohon maaf jika terdapat sistematika tulisan yang tidak teratur dan kesalahan dalam tulisan baik dari segi istilah ataupun tulisan, dan akhirnya semoga dapat berguna dan bermanfaat.

0 komentar: