Cari Blog Ini

My_ISRA Rahmatan Lil'alamin

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 09 November 2017

BERSIKAP DALAM PERBEDAAN PENDAPAT
(TAK RIBUT; DAMAI)
"Ala shalafatus Sholih"


Adalah Imam Ahmad rohimahullah meriwayatkan hadits tentang shalat sunnah qabliyah Maghrib dan menyatakan keshahihannya. Tetapi sungguh aneh, belum pernah para muridnya menyaksikan beliau mengamalkan ibadah tersebut.
"Mengapa?", tanya mereka.
"Sebab penduduk Baghdad telanjur mengambil pendapat Imam Abu Hanifah", ujar beliau, "Yang menyatakan tiadanya shalat qabliyah Maghrib. Kalau aku mengamalkan hal yang berbeda, niscaya akan menimbulkan keributan di antara mereka."
Meninggalkan suatu sunnah yang diyakini keutamaannya demi terjaganya harmoni masyarakat ternyata adalah 'amal utama.
"Karena itu para Aimmah seperti Imam Ahmad atau yang lainnya", demikian ditulis Syaikhul Islam Ibn Taimiyah, "Menganggap sunnah apabila seorang imam meninggalkan hal-hal yang menurutnya lebih utama, jika hal itu dapat menyatukan makmum."
Inilah mengapa ketika Buya Hamka menyilakan KH Abdullah Syafi'i berkhuthbah di Masjid Agung Al Azhar, adzan beliau minta dikumandangkan dua kali.
Ini pula mengapa, KH Idham Cholid tidak berqunut ketika tahu ada Buya Hamka menjadi makmumnya dalam kapal yang mengangkut mereka berhaji, sementara Buya Hamka justru berqunut karena tahu KH Idham Cholid ada di belakangnya.
"Demikian juga orang-orang yang menganggap melirihkan suara ketika membaca basmalah (dalam shalat berjamaah) adalah lebih utama atau sebaliknya", sambung Ibn Taimiyah, "Sedangkan makmum berbeda dengan pendapat atau madzhabnya, maka dia boleh mengerjakan yang kurang afdhal demi menjaga kemashlahatan persatuan. Hal ini lebih kuat dibandingkan permasalahan mana yang afdhal dari kedua perkara tersebut, dan ini adalah baik."
Jalan sunnah adalah jalan tak suka ribut tentang khilafiyah furu'iyyah. Jalan sunnah adalah jalan yang meminta kita tak perlu tampil mencolok dan terlihat berbeda.
Adalah Imam Ahmad ibn Hanbal menekankan hal ini sampai soal berpakaian. Beliau menegur seorang yang ditemuinya di Baghdad dalam keadaan memakai pakaian penduduk Makkah.
"Tidak cukupkah bagimu pakaian yang biasa dikenakan orang 'Iraq?"
"Bukankah ini pakaian yang baik, pakaian dari tempat bermulanya Islam?"
"Ya", jawab beliau, "Akan tetapi aku khawatir pakaian itu menghinggapkan rasa sombong dan aku khawatir ia adalah pakaian kebanggaan (libasusy syuhrah) yang dilarang oleh Rasulullah, karena dikenakan agar pemakainya tampak menonjol di tengah khalayak."
Imam Ahmad bin Hanbal bertanya pada muridnya yang datang dari Mesir. "Apa yang kamu lakukan di Mesir?"
Muridnya menjawab "Masyarakat Mesir bermadzhab Maliky dan Syafi'y. Saya berusaha mengubah mereka mengikuti madzhabmu."
Imam Ahmad seketika marah "Kamu yang harus belajar madzhab mereka!!! Bukan mengajak mereka pada madzhabmu. Jangan membuat keresahan di masyarakat."
sikap ini diteladani oleh guru mulia Habib Umar bin Hafidz , seperti yang diceritakan oleh murid beliau(Al-Hamid Jakfar Al-Qadri) dibawah ini
"Penduduk Kota Tarim(Yaman), sejak ratusan tahun yang silam, mayoritas berakidah ahlusunnah wal jamaah dan bermazhab imam syafei dalam ilmu fiqih. Namun mereka sangat menghormati kelompok lain diluar mazhab syafei, terutam al habib umar yang mempunyai murid dari berbagai penjuru dunia, yang tentu mempunyai mazhab yang berbeda-beda.
Ketika Habib Umar mengajar ilmu fiqih dengan membaca kitab Yaqutu Nafis fi Madzhabi ibni idris pada tiap dauroh shaifiah, beliau menerangkan dan mensyarah kitab tersebut dengan metode yang luar biasa. Dan menerangkan fiqih madzhaib arba'ah. Bahkan kadangkala beliau menceritakan pendapat mazhab lain selain mazhab yang empat. Tidak hanya itu, dalam kondisi tertentu beliau menyuruh sebagian murid beliau untuk taklid(ikut) pada selain mazhab syafi'i
Dalam pengamatan penulis yang sangat terbatas, beliau sangat jarang mentarjih (membandingkan mana yang lebih kuat) dalil para pengikut mazhab, mungkin hal ini beliau lakukan untuk menghormati mazhab-mazhab yang ada. Itu juga menunjukan beliau bukan orang yang fanatik pada mazhab yang diikuti. Kendati beliau sangat kuat dan teguh didalam memegang prinsip dan mabda'"
dari buku "bijak menyikapi perbedaan pendapat" karangan Al-Hamid Jakfar Al-Qadri (lulusan sekolah dar al Musthafa, Tarim, Hadhramaut) Dalam Da'wah Islamiyyah



Senin, 06 November 2017



MEMBINA SEBUAH KELUARGA

Gambar terkait

Manusia tak kan lepas dari sebuah kesalahan... tak kan lepas dari kelalaian. apalagi dalam membina keluarga, hidup bersama yang tak kan lepas dari gejolak permasalahan .... mulai hal yang sepele hingga yang besar sekalipun. 

maka dari itu, untuk seorang yang berkeinginan berkeluarga hendaknya belajar ilmu-ilmu yang terkait dengan hidup berkeluarga... ada aneka macam ilmu dipandang dari berbagai segi mulai dari fikih hingga tasyrik dan tasawuf.

diantaranya adalah video berikut ini, yang dikutip dari salah satu acara TV yang sangat Kami Recomendasi kan untuk disimak sebelum berkeluarga maupun bagi yang sudah berkeluarga, 

silahkan disimak semoga bermanfaat. 



 

Selasa, 29 Agustus 2017

PUASA TARWIYAH DAN ARAFAH

Memuat tentang ;
Hadist Anjuran Puasa Arafah sekaligus Tarwiyah
Keutamaan Hari-Hari Arafah
Cara Melaksanakan Puasa Tarwiyah dan Arafah


HADIST KESUNNAHAN PUASA TARWIYAH DAN ARAFAH

Dalil Anjuran Puasa Tarwiyah

Dalil yang menjadi pegangan anjuran puasa tarwiyah, 8 Dzulhijjah,

صوم يوم التروية كفارة سنة وصوم يوم عرفة كفارة سنتين (أبو الشيخ ، وابن النجار عن ابن عباس)

“Puasa pada hari tarwiyah (8 Dzulhijah) akan mengampuni dosa setahun yang lalu. Sedangkan puasa hari Arafah (9 Dzulhijjah) akan mengampuni dosa dua tahun.” Diriwayatkan oleh Abusy Syaikh dan Ibnu An Najjar dari Ibnu ‘Abbas.

Ibnul Jauzi mengatakan bahwa hadits ini tidak shahih.[1] Asy Syaukani mengatakan bahwa hadits ini tidak shahih dan dalam riwayatnya ada perowi yang pendusta.[2] Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if (lemah).[3]

Jika hadits di atas adalah dho’if (lemah), maka berarti tidak boleh diamalkan dengan sendirinya.

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Tidak boleh bersandar pada hadits-hadits dho’if (lemah) yang bukanlah hadits shahih dan bukan pula hadits hasan. Akan tetapi, Imam Ahmad bin Hambal dan ulama lainnya membolehkan meriwayatkan hadits dho’if dalam fadhilah amal selama tidak diketahui hadits tersebut shahih atau hadits tersebut bukan diriwayatkan oleh perowi pendusta. Namun boleh mengamalkan isinya jika diketahui ada dalil syar’i yang mendukungnya. Jika haditsnya bukan diriwayatkan oleh perowi yang pendusta, boleh jadi pahala yang disebutkan dalam hadits tersebut benar. Akan tetapi, para ulama katakan bahwa tidak boleh menyatakan wajib atau sunnah pada suatu amalan dengan dasar hadits dho’if. Jika ada yang mengatakan bolehnya, maka dia telah menyelisihi ijma’ (kata sepakat para ulama).” (Al Majmu’ Al Fatawa, 1: 250-251)

Masih bisa berpuasa pada tanggal 8 Dzulhijjah namun bukan berdasarkan hadits yang penulis sebutkan di atas, namun karena mengingat keutamaan beramal di awal Dzulhijjah dan puasa adalah sebaik-baiknya amalan yang dikerjakan saat itu. Ditambah ada contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat untuk berpuasa pada tanggal 1 hingga 9 Dzulhijjah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ  وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ

“Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.” (HR. Abu Daud no. 2438, At Tirmidzi no. 757, Ibnu Majah no. 1727, dan Ahmad no. 1968, dari Ibnu ‘Abbas. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim). Mengenai hadits ini, Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Sepuluh hari awal Dzulhijjah seluruhnya adalah hari yang mulia dan dimuliakan, di dalamnya dilipatgandakan (pahala) amalan dan disunnahkan bersungguh-sungguh ibadah pada waktu tersebut.” (Al Mughni, 4: 443).

Yang menjadi dalil keutamaan puasa pada awal Dzulhijjah adalah hadits dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

عَنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya, …” (HR. Abu Daud no. 2437. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Kata Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah bahwa di antara sahabat yang mempraktekkan puasa selama sembilan hari awal Dzulhijah adalah Ibnu ‘Umar. Ulama lain seperti Al Hasan Al Bashri, Ibnu Sirin dan Qotadah juga menyebutkan keutamaan berpuasa pada hari-hari tersebut. Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 459.

KEUTAMAAN HARI-HARI DZULHIJJAH TERUTAMA HARI ARAFAH

Hari arafah disebut sebagai hari yang paling utama (afdlol al ayyam), karena puasa Arafah bisa menghapus dosa dua tahun. Dalam hadis dari sahabat Abu Qatadah dinyatakan, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam pernah ditanya tentang puasa arafah dan puasa Asyuro, beliau menjawab,
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
Puasa satu hari Arafah (9 Dzulhijjah), saya berharap kepada Allah, Dia akan menghapuskan dosa satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya. Dan puasa hari ‘Asyura’ (10 Muharram), saya berharap kepada Allah, Dia akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya.”  (HR. Muslim, no 1162).
penjelasan Imam Nawawi berikut, ketika menjelaskan hadis di atas,
معناه يكفر ذنوب صائمه في السنتين، قالوا: والمراد بها الصغائر…. فإن لم تكن صغائر يرجى التخفيف من الكبائر، فإن لم يكن رفعت درجاته
Makna hadis ini, puasa arafah akan menghapus dosa selama dua tahun (yakni 1 tahun sebelum dan sesudahnya, pent) bagi orang yang melakukan puasa ini, para ulama mengatakan, ”Maksudnya dosa-dosa yang terhapus itu adalah dosa kecil.”
Bila dia tidak memiliki dosa kecil, diharapkan puasa ini menjadi penyebab meringankan dosa besar yang dia lakukan. Apabila tidak memiliki dosa besar, puasa ini akan menjadi penyebab naiknya derajat dia.  (Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim, 8/51)
Hari Arafah menjadi hari yang istimewa sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim:
مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ مِنْ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ
Tidak ada hari yang lebih banyak Allah membebaskan dari api neraka dibanding hari Arafah".
Puasa Arafah hanya disunnahkan bagi selain jamaah haji, sedangkan bagi yang sedang menunaikan ibadah haji tidak disunnahkan, walaupun kuat melaksanakannya. Alasannya, karena ittiba’ kepada sunnah Nabi. Apabila tetap melakukan puasa, maka hukumnya khilaful aula. Hal itu berbeda dengan pendapat Imam an Nawawi yang menganggapnya makruh. Namun, bila sudah tiba di Arafah pada malam hari, maka tidak dimakruhkan, sebagaimana disebutkan asy Syafi’i dalam kitab al-Imla’. (Asnal Mathalib, V, 385)


Puasa Arafah dan Tarwiyah sangat dianjurkan, untuk turut merasakan nikmat yang sedang dirasakan oleh para jamaah haji yang sedang menjalankan ibadah di tanah suci. Hari-hari pada sepersepuluh bulan Dzulhijjah adalah hari-hari yang istimewa. Abnu Abbas r.a meriwayatkan Rasulullah s.a.w bersabda:
ما مِن أيامٍ العملُ الصالحُ فيها أحبُّ إلى اللهِ من هذه الأيامِ يَعْني أيامَ العشرِ قالوا: يا رسولَ اللهِ! ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: ولا الجهاد في سبيل الله إلا رجلٌ خَرَجَ بنفسه ومالِه فلم يرجعْ من ذلك شيء
Tidak ada perbuatan yang lebih disukai oleh Allah SWT, dari pada perbuatan baik yang dilakukan pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Para sahabat bertanya : Ya Rasulullah! walaupun jihad di jalan Allah? Sabda Rasulullah: Walau jihad pada jalan Allah kecuali seorang lelaki yang keluar dengan dirinya dan harta bendanya, kemudian tidak kembali selama-lamanya (menjadi syahid),” (HR Bukhari)
Dengan mengetahui keutamaan yang melimpah itu, ada baiknya kita melaksanakan puasa Tarwiyah dan Arafah. Pahala kita akan bertambah, dosa-dosa kita dihapus, dan memperoleh ridlo Allah. Mudah-mudahan kita menjadi bagian dari orang-orang yang mendapat keberkahan di Hari Raya Idul Adha.
CARA MELAKSANAKAN PUASA TARWIYAH DAN ARAFAH


berniat dengan hati pada malam hari ( dimulai waktu magrib hingga terbit fajar/shubuh) dan di sunnahkan melafadzkan niat denga lisan. Dan wajib di ulangi setiap malam malam puasa, adapun dalil yang mewajibkan berniat setiap malamnya adalah hadist
من لم يبيت الصيام قبل الفجرفلا صيا له ( رواه ابو داود , ابن ماجه و احمد)
Artinya : barang siapa yang tidak berniat semenjak waktu malam sebelum terbit fajar maka tidaklah puasa baginya .
                      
Dan jika sudah berniat puasa, maka tidak membatalkan puasa dengan hal hal yang membatalkan puasa, karena yang dinamakan Puasa adalah menahan diri dari hal hal yang membatalkan puasa sejak waktu fajar. Maka dapat difahami bahwa wajib berniat puasa pada malam harinya di khususkan kepada puasa wajib (ramadhan, nadzar, kafarah) tidak berlaku kepada puasa sunnah, sebagaimana di jelaskan dalam hadist
هل عندكم من غذاء قالت لا قال فأني اذا اصوم
Nabi bertanya kepada Siti Aisyah : apakah ada padamu untuk di makan? Jawabnya tidak ada, Rasulullah bersabda jika demikian aku berpuasa.
Maka niat puasa sunnah boleh dilakukan setelah fajar dengan syarat segala syarat syarat puasa telah tercapai ( tidak melakukan hal yang membatalkan puasa)

Puasa Arafah adalah puasa yang dilaksanakan pada hari Arafah yakni pada tanggal 9 Dzulhijjah yaitu hari pada saat jama'ah haji melakukan wukuf di padang Arafah.

Puasa Tarwiyah adalah puasa yang dilaksanakan pada hari tarwiyah yakni 8 Dzulhijjah, hari sebelum hari wukuf.

Lafadz Niat Puasa Tarwiyah

niat puasa sunat tarwiyyah
Lafadz Niat Puasa Arafah

Hasil gambar untuk niat puasa arafah




Referensi:

1- Al Mughni, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, terbitan Dar ‘Alamil Kutub, cetakan tahun 1432 H.

2- Latho-itul Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, terbitan Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, tahun 1428 H.

3- Majmu’atul Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, terbitan Darul Wafa’ dan Dar Ibni Hazm, cetakan keempat, tahun 1432 H.

PUASA TASU'AH DAN ASYURA'


Memuat tentang ;
  1. Hukum kesunnahan Puasa Tasu’ah, asyura’ dan perselisihan untuk tanggal 11 Dzulhijjah
  2. Keutamaan daripada Puasa Asyura
  3. Serta cara Pelaksanaan Puasa Tasu’ah dan Asyura



HADIST TENTANG HUKUM PUASA PADA HARI ‘ASYURA DAN TASU’A

Di dalam kitab beliau Riyadhus Shalihin, Al-Imam An-Nawawi –rahimahullah- dan dalam Syarh Riyadhis Shalihin karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin membawakan tiga buah hadits yang berkenaan dengan puasa sunnah pada bulan Muharram, yaitu puasa hari ‘Asyura (10 Muharram) dan Tasu’a (9 Muharram).
Hadits yang Pertama

عن ابن عباس رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ أن رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم صام يوم عاشوراء وأمر بصيامه. مُتَّفّقٌ عَلَيهِ
Dari Ibnu Abbas – radhiyallahu ‘anhuma -, ” Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan untuk berpuasa padanya”. (Muttafaqun ‘Alaihi).
Hadits yang Kedua

عن أبي قتادة رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ أن رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم سئل عن صيام يوم عاشوراء فقال: ((يكفر السنة الماضية)) رَوَاهُ مُسلِمٌ.
Dari Abu Qatadah – radhiyallahu ‘anhu -, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa hari ‘Asyura. Beliau menjawab, “(Puasa tersebut) Menghapuskan dosa satu tahun yang lalu”. (HR. Muslim)
Hadits yang Ketiga

وعن ابن عباس رَضِيَ اللَّهُ عَنهُما قال، قال رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم: ((لئن بقيت إلى قابل لأصومن التاسع)) رَوَاهُ مُسلِمٌ.
Dari Ibnu Abbas – radhiyallahu ‘anhuma – beliau berkata : ” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila (usia)ku sampai tahun depan, maka aku akan berpuasa pada (hari) kesembilan” (HR. Muslim)
Diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Rasulullah sempat diprotes oleh umat Islam di Madinah: “Ya Rasulallah, hari itu (’Asyura )diagungkan oleh Yahudi.” Maksudnya, kenapa umat Islam mengerjakan seseatu persis seperti yang dilakukan oleh umat Yahudi? Beliau lalu bersabda: "Di tahun depan insya Allah kita akan berpuasa pada tanggal 9.”  Setelah itu, tidak hanya disunnahkan puasa pada tanggal 10 tapi juga tanggal 9 Muharram. Sayang, sebelum datang tahun berikutnya Rasulullah telah wafat.
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan keinginan beliau untuk berpuasa pada tanggal 9 dimaksudkan agar tidak persis seperti yang dilakukan oleh umat pada masa Nabi sebelumya, yakni Yahudi dan Nashrani. (Fathul Bari 4: 245)
Soal kemiripan dengan puasa umat yahudi ini diriwayatkan bahwa ketika tiba di Madinah, Rasulullah melihat orang-orang Yahudi di sana juga berpuasa pada hari ‘Asyura. Beliau bertanya: “Puasa apa ini?" Mereka menjawab: “Sebuah hari yang baik, ini adalah hari dimana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka, maka Musa berpuasa pada hari itu sebagai wujud syukur.” Maka beliau bersabda: “Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian (Yahudi), maka kami akan berpuasa pada hari itu sebagai bentuk pengagungan kami terhadap hari itu.” (HR Bukhari)
TAKHRIJ HADITS
• Hadits yang pertama telah dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam Ash-Shaum no hadits 2003, Al-Imam Muslim di dalam Ash-Shiyam no hadits 128, serta Abu Dawud dalam Ash-Shaum no hadits 2444.
• Hadits yang kedua telah dikeluarkan oleh Al-Imam Muslim di dalam Ash-Shiyam no hadits 197, serta Abu Dawud dalam Ash-Shaum no hadits 2425, At-Tirmidzi dalam Ash-Shaum no hadits 767, serta Imam Ahmad dalam musnadnya (4/25)
• Hadits yang ketiga dikeluarkan oleh Al-Imam Muslim di dalam Ash-Shiyam hadits no 34, Ahmad dalam musnadnya (1/225) dan Ibnu Majah di dalam Ash-Shiyam (1736)
(Lihat takhrij Syarh Riyadhis Shalihin).
FAEDAH HADITS
Hadits-hadits di atas menjelaskan kepada kita tentang disyariatkannya berpuasa pada hari ‘Asyura (10 Muharram). Begitu pula pada hari Tasu’a ( 9 Muharram) sebagaimana yang akan diterangkan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin – rahimahullah Ta’ala –
Beliau berkata (Syarh Riyadhush Shalihin, Ibnul Utsaimin),
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa pada hari ‘Asyura, beliau menjawab, “Menghapuskan dosa setahun yang lalu”, ini pahalanya lebih sedikit daripada puasa Arafah (yakni menghapuskan dosa setahun sebelum serta sesudahnya –pent). Bersamaan dengan hal tersebut, selayaknya seorang berpuasa ‘Asyura (10 Muharram) disertai dengan (sebelumnya.ed.) Tasu’a (9 Muharram). Hal ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila (usia)ku sampai tahun depan, maka aku akan berpuasa pada yang kesembilan”, maksudnya berpuasa pula pada hari ‘Asyura.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk berpuasa pada hari sebelum maupun setelah ‘Asyura (1) dalam rangka menyelisihi orang-orang Yahudi karena hari ‘Asyura –yaitu 10 Muharram- adalah hari dimana Allah selamatkan Musa dan kaumnya, dan menenggelamkan Fir’aun dan para pengikutnya. Dahulu orang-orang Yahudi berpuasa pada hari tersebut sebagai syukur mereka kepada Allah atas nikmat yang agung tersebut. Allah telah memenangkan tentara-tentaranya dan mengalahkan tentara-tentara syaithan, menyelamatkan Musa dan kaumnya serta membinasakan Fir’aun dan para pengikutnya. Ini merupakan nikmat yang besar.
Lihat juga kitab Zaadul Ma’ad 2/66 cet. Muassasah Ar Risalah Th. 1423 H. dengan tahqiq Syu’aib Al Arnauth dan abdul Qadir Al Arna’uth.

لئن بقيت لآمرن بصيام يوم قبله أو يوم بعده . يوم عاشوراء ) .-
” Kalau aku masih hidup niscaya aku perintahkan puasa sehari sebelumnya (hari Asyura) atau sehari sesudahnya” ((HR. Al Baihaqy, Berkata Al Albany di As Silsilah Ad Dho’ifah Wal Maudhu’ah IX/288 No. Hadits 4297 : Ini adalah hadits mungkar dengan lafadz lengkap tersebut.))
Dan berkata As Syaikh Al Albany – Rahimahullah- di As Silsilah Ad Dho’ifah Wal Maudhu’ah IX/288 No. Hadits 4297: Penyebutan sehari setelahnya (hari ke sebelas. pent) adalah mungkar, menyelisi hadits Ibnu Abbas yang shohih dengan lafadz :

لئن بقيت إلى قابل لأصومن التاسع” .
” Jika aku hidup sampai tahun depan tentu aku akan puasa hari kesembilan”
Oleh karena itu, setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tinggal di Madinah, beliau melihat bahwa orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura. Beliau pun bertanya kepada mereka tentang hal tersebut. Maka orang-orang Yahudi tersebut menjawab, “Hari ini adalah hari dimana Allah telah menyelamatkan Musa dan kaumnya, serta celakanya Fir’aun serta pengikutnya. Maka dari itu kami berpuasa sebagai rasa syukur kepada Allah”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Kami lebih berhak terhadap Musa daripada kalian”.
Padanya terdapat dalil yang menunjukkan bahwa penetapan waktu pada umat terdahulupun menggunakan bulan-bulan (qamariyyah, Muharram s/d Dhulhijjah. Pent.) bukan dengan bulan-bulan ala eropa (Jan s/d Des). Karena Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan bahwa hari ke sepuluh dari Muharram adalah hari dimana Allah membinasakan Fir’aun dan pengikutnya dan menyelamatkan Musa dan pengikutnya. ( Syarhul Mumthi’ VI.)
Kenapa Rasulullah mengucapkan hal tersebut? Karena Nabi dan orang–orang yang bersama beliau adalah orang-orang yang lebih berhak terhadap para nabi yang terdahulu. Allah berfirman,

إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِإِبْرَاهِيمَ لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ وَهَذَا النَّبِيُّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ
“Sesungguhnya orang yang paling berhak dengan Ibrahim adalah orang-orang yang mengikutinya dan nabi ini (Muhammad), serta orang-orang yang beriman, dan Allah-lah pelindung semua orang-orang yang beriman”. (Ali Imran: 68)
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling berhak terhadap Nabi Musa daripada orang-orang Yahudi tersebut, dikarenakan mereka kafir terhadap Nabi Musa, Nabi Isa dan Muhammad. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa ‘Asyura dan memerintahkan manusia untuk berpuasa pula pada hari tersebut. Beliau juga memerintahkan untuk menyelisihi Yahudi yang hanya berpuasa pada hari ‘Asyura, dengan berpuasa pada hari kesembilan atau hari kesebelas beriringan dengan puasa pada hari kesepuluh (‘Asyura), atau ketiga-tiganya.
Berkata As Syaikh Salim Bin Ied Al Hilaly : Sebagian ahlu ilmu berpendapat bahwa menyelisihi orang yahudi terjadi dengan puasa sebelumnya atau sesudahnya. Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam :

صوموا يوم عاشوراء و خالفوا فيه اليهود صوموا قبله يوما أو بعده يوما . ‌
” Puasalah kalian hari ‘Asyura dan selisihilah orang-orang yahudi padanya (maka) puasalah sehari sebelumnya atau sehari setelahnya.
Aku katakan : ini adalah pendapat yang lemah, karena bersandar dengan hadits yang lemah tersebut yang pada sanadnya terdapat Ibnu Abi Laila dan ia adalah jelek hafalannya. ( Bahjatun Nadhirin Syarah Riyadhus Shalihin II/385. cet. IV. Th. 1423 H Dar Ibnu Jauzi)
Hadits marfu’ ini tidak shahih karena ada 3 illat (cacat):
-. Ibnu Abi Laila, lemah karena hafalannya buruk.
-. Dawud bin Ali bin Abdullah bin Abbas, bukan hujjah
-. Perawi sanad hadits tersebut secara mauquf lebih tsiqah dan lebih hafal daripada perawi jalan/sanad marfu’
Jadi hadits di atas Shahih secara mauquf sebagaimana dalam as-Sunan al-Ma’tsurah karya As-Syafi’i no 338 dan Ibnu Jarir ath-Thabari dalam Tahdzibul Atsar 1/218.
Ibnu Rajab berkata (Lathaiful Ma’arif hal 49):”Dalam sebagian riwayat disebutkan atau sesudahnya maka kata atau di sini mungkin karena keraguan dari perawi atau memang menunjukkan kebolehan….”
Al-Hafidz berkata (Fathul Baari 4/245-246):”Dan ini adalahl akhir perkara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dahulu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam suka menyocoki ahli kitab dalam hal yang tidak ada perintah, lebih-lebih bila hal itu menyelisihi orang-orang musyrik. Maka setelah Fathu Makkah dan Islam menjadi termahsyur, beliau suka menyelisihi ahli kitab sebagaimana dalam hadits shahih. Maka ini (masalah puasa Asyura) termasuk dalam hal itu. Maka pertama kali beliau menyocoki ahli kitab dan berkata :”Kami lebih berhak atas Musa daripada kalian (Yahudi).”, kemudian beliau menyukai menyelisihi ahli kitab, maka beliau menambah sehari sebelum atau sesudahnya untuk menyelisihi ahli kitab.”
Ar-Rafi’i berkata (at-Talhish al-Habir 2/213) :”Berdasarkan ini, seandainya tidak berpuasa pada tanggal 9 maka dianjurkan untuk berpuasa pada tanggal 11″
Oleh karena itu sebagian ulama seperti Ibnul Qayyim dan yang selain beliau menyebutkan bahwa puasa ‘Asyura terbagi menjadi tiga keadaan:
1.       Berpuasa pada hari ‘Asyura dan Tasu’ah (9 Muharram), ini yang paling afdhal.
2.       2. Berpuasa pada hari ‘Asyura dan jika diiringi tanggal 11 Muharram, ini kurang pahalanya daripada yang pertama.
3.       3. Berpuasa pada hari ‘Asyura saja, sebagian ulama memakruhkannya karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk menyelisihi Yahudi, namun sebagian ulama yang lain memberi keringanan (tidak menganggapnya makhruh).
As Syaikh Muhammad Bin Shalih al Utsaimin Rahimahullah mengatakan :

والراجح أنه لا يكره إفراد عاشوراء.
Dan yang rajih adalah bahwa tidak dimakruhkan berpuasa ‘Asyura saja. ( Syarhul Mumthi’ VI )

KEUTAMAAN PUASA ASYURA DAN TASU’AH
Berikut beberapa keutamaan puasa Asyura yang semestinya kita tahu sehingga semangat melakukan puasa tersebut.

1.       Puasa di bulan Muharram adalah sebaik-baik puasa.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ
“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah – Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim no. 1163).
Muharram disebut syahrullah yaitu bulan Allah, itu menunjukkan kemuliaan bulan tersebut. Ath Thibiy mengatakan bahwa yang dimaksud dengan puasa di syahrullah yaitu puasa Asyura. Sedangkan Al Qori mengatakan bahwa hadits di atas yang dimaksudkan adalah seluruh bulan Muharram. Lihat Tuhfatul Ahwadzi, 2: 532. Imam Nawawi rahimahullah berkata bahwa bulan Muharram adalah bulan yang paling afdhol untuk berpuasa. Lihat Syarh Shahih Muslim, 8: 50.
Hadits di atas menunjukkan keutamaan puasa di bulan Muharram secara umum, termasuk di dalamnya adalah puasa Asyura.

2.       Puasa Asyura menghapuskan dosa setahun yang lalu

Dari Abu Qotadah Al Anshoriy, berkata,
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ ». قَالَ وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa Arafah? Beliau menjawab, ”Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau menjawab, ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162).
Kata Imam Nawawi rahimahullah, yang dimaksudkan pengampunan dosa di sini adalah dosa kecil sebagaimana beliau penerangkan masalah pengampunan dosa ini dalam pembahasan wudhu. Namun diharapkan dosa besar pun bisa diperingan dengan amalan tersebut. Jika tidak, amalan tersebut bisa meninggikan derajat seseorang. Lihat Syarh Shahih Muslim, 8: 46.
Adapun Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berpendapat secara mutlak setiap dosa bisa terhapus dengan amalan seperti puasa Asyura. Lihat Majmu’ Al Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 7: 487-501

3.       Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam punya keinginan berpuasa pada hari kesembilan (tasu’ah)

Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melakukan puasa hari ’Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى.
“Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani.” Lantas beliau mengatakan,
فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ – صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ
“Apabila tiba tahun depan –insya Allah (jika Allah menghendaki)– kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan,
فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.
“Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sudah keburu meninggal dunia.” (HR. Muslim no. 1134)
Kenapa sebaiknya menambahkan dengan hari kesembilan untuk berpuasa? Kata Imam Nawawi rahimahullah, para ulama berkata bahwa maksudnya adalah untuk menyelisihi orang Yahudi yang cuma berpuasa tanggal 10 Muharram saja. Itulah yang ditunjukkan dalam hadits di atas. Lihat Syarh Shahih Muslim, 8: 14.
Hanya Allah yang memberi taufik untuk beramal shalih.

CARA PELAKSANAAN PUASA TASU’AH DAN ASYURA’
Adapun tata cara pelaksanaan puasa tasu'a dan puasa asyuro ini mirip dengan puasa yang lainnya seperti puasa ramadhan maupun puasa-puasa sunnah lainnya. Hanya yang membedakan adalah pada niatnya saja. Mau tahu bagaimana bacaan lafadz niat puasa Muharram berbahasa Indonesia dan bahasa Arab? yuk kita simak dibawah ini:
Niat Puasa Tasu'a (9 Muharram)

نَوَيْتُ صَوْم فى يوم تَاسُعَاء سُنَّة لله تَعَالى

Bahasa Indonesia: Nawaitu sauma fi yaumi tasu'a sunnatal lillahita'ala
Artinya: Saya niat puasa hari tasu'a, sunnah karena Allah ta'ala
Niat Puasa Asyura (10 Muharram)

نويت صوم في يوم عاشوراء سنة لله تعالي

Tulisan: Nawaitu As Shauma fi Yaumi ‘Asyura Sunnatan Lillahi Ta’ala
Artinya: “Saya niat puasa Asyura, sunnah karena Allah ta’ala.”

Referensi:
Riyadhis Shalihin karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin terbitan Darus Salam – Mesir
Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama, tahun 1433 H.
Majmu’ Al Fatawa, Abul ‘Abbas Ahmad bin Abdul Halim (Ibnu Taimiyah), terbitan Darul Wafa dan Dar Ibni Hazm, cetakan keempat, tahun 1432 H.
Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jaami’ At Tirmidzi, Al Hafizh Abu ‘Ulaa Muhammad ‘Abdurrahman bin ‘Abdurrahim Al Mubarakfuri, terbitan Darus Salam, cetakan pertama, tahun 1432 H.

Rabu, 12 April 2017

Cara Mengatasi Gagal Kirim SMS

Cara Mengatasi Gagal Kirim SMS 

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ
Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ no:3289).

Pernah tidak sobat ketika mengirim sms tiba-tiba muncul notifikasi “Pesan Tidak Terkirim” atau “Gagal Mengirim Pesan”. Pasti saat seperti itu sobat menjadi kebingungan. Padahal nggak pernah diapa-apakan kok malah jadi error. Sebenarnya ada banyak faktor yang menyebabkan hp sobat tidak bisa mengirim sms. Apa saja sih faktor penyebabnya? Menurut saya, inilah beberapa faktor umumnya :cara mengatasi gagal kirim sms
  1. Tidak adanya jaringan/sinyal di lokasi sobat,
    Kalau masalah ini tidak perlu dijelaskan lagi. Sobat pasti sudah memahami pentingnya eksistensi sinyal. 😀
  2. Simcard sudah tidak aktif,
    Sering kita tidak memperhatikan masa aktif kartu kita. Padahal masa aktif ini sangat penting, terlewat beberapa hari saja pastinya simcard kita tidak berfungsi lagi. Tetapi ada beberapa operator yang apabila kartu kita melewati masa aktif, masa aktif kartu masih dapat diperpanjang dengan mengisi ulang pulsa.
  3. Minimnya pulsa,
  4. Kesalahan penulisan nomor Pusat Layanan SMS (SMS Service Center),
    Nah ini salah satu faktor utamanya. Banyak yang tidak menghiraukan faktor penting ini, mungkin karena mereka tidak tahu cara memperbaikinya. Tetapi, apa sih Pusat Layanan SMS (SMS Service Center) itu? Mudahnya seperti ini. Sebelum SMS dikirim ke nomor tujuan, SMS dikirim terlebih dahulu ke SMS Service Center. Setiap operator memiliki SMS Service Center sendiri. Jadi jangan disamakan nomor Pusat Layanan SMS operator A dengan operator B, pastinya kedua pusat operator berbeda.
Lalu gimana cara mengganti/memperbaiki/mengubah nomor Pusat Layanan SMS (SMS Service Center)?
Oke, itulah tujuan artikel ini dibuat. Caranya cukup mudah. Berikut langkah-langkahnya :
  1. Buka aplikasi default SMS sobat,sms
  2. Masuk ke setting (pengaturan) aplikasi SMS (Messaging),
  3. Pilih Text Message(SMS) atau pengaturan SMS,sms-setting
  4. Disini kita bisa melihat pilihan SMS Service Center (Pusat Layanan SMS), buka menu tersebut,setting-sms
  5. Setelah itu silakan pilih operator SMS yang bermasalah, dan ganti sesuai nomor yang ada didaftar berikut, terakhir simpan (OK).pusat-layanan-sms

Daftar Pusat Pesan :
  • SIMPATI dan AS +6281100000
  • XL +62818445009
  • MENTARI +62816124
  • IM3 +62855000000
  • 3 (Three) +6289644000001
  • AXIS +628315000032

Itulah “Cara Mengatasi Gagal Kirim SMS (Pesan Tidak Terkirim)”, 
jika masih ada masalah coba cek pada berikut ini:

Send It As Text & Preferred Connection Di N73 

silakan masuk lagi ke menu Messaging – Options – Settings – Text Message – Message sent as. Pastikan terset di “text”. Bukan email, fax, apalagi paging, karena pasti tak didukung oleh layanan operator. Kesannya sepele, tapi sering kejadian ponsel tidak bisa kirim sms hanya karena masalah ini. Masih di menu Messaging – Options – Settings – Text Message, cek Preferred Connection. Pastikan selalu diset “GSM/UMTS”. Lupakan “Packet Data” karena akan membuat ponsel Anda tidak bisa mengirim sms. Masalah Prefered Connection ini kerap terjadi di ponsel-ponsel lawas Sony Ericsson, misalnya K750. Ponsel-ponsel keluaran baru, setting menyesuaikan ya :) 

Virus Guardian Virus Guardian 

adalah jenis virus yang menyerang ponsel bersistem operasi Symbian, termasuk N73. Virus Guardian yang telah menyusup di ponsel symbian akan mengirimkan sms secara otomatis ke nomor-nomor tertentu. Sms yang terkirim tersebut tidak tersimpan di sent Item dan juga tidak memotong pulsa, tapi sangat memberatkan server operator selular. Telkomsel adalah salah satu operator yang akan memblok fitur sms nomor anda jika ponsel anda terdeteksi dijangkiti virus guardian. Telkomsel akan terlebih dahulu mengirimkan sms pemberitahuan selama tenggat waktu tertentu. Jika virus guardian di ponsel anda tak kunjung dihapus, barulah telkomsel akan memblok fitur sms anda. Jika sms anda sudah terlanjur diblok, anda bisa menghapus sendiri virus guardian dengan mengikuti panduan yang banyak tersedia di google. Ketikkan saja kata kunci: ‘menghapus virus guardian’. Setelah virus dihapus bersih, tinggal telepon ke 116/111 untuk membuka kembali layanan sms anda. Kalau tak mau ribet menghapus sendiri, datangi saja Gerai Halo atau Grapari Telkomsel terdekat. Virus guardian di ponsel anda akan dibersihkan, gratis! 

Tes Di Ponsel Lain 

Jika tiga cara di atas belum solutif, coba pindahkan simcard anda ke ponsel lain, kemudian tes kirim sms. Siapa tahu masalahnya ada di ponsel lama anda, dan sumber masalahnya kita sama-sama belum tahu. Kalau ternyata bisa kirim sms, berarti ini adalah cara Tuhan menyuruh anda beli ponsel baru. :P 5. Temporary Network Problem Jika masih belum bisa sms juga, kita boleh mulai curiga, jangan-jangan operatornya sedang mengalami gangguan network. Silakan ditunggu saja, dicoba lagi secara berkala, sambil sesekali direstart ponselnya. Dan tetap berkhusnuzon; mungkin operator sedang meng-upgrade jaringan demi peningkatan layanan. 6. Jalan Terakhir Kalau semua cara di atas sudah dilakukan dan tetap tidak bisa sms juga, apalagi kalau lebih dari 1x24 jam, ya sudah... saya menyerah. Baiknya anda datang langsung ke kantor pelayanan operator seluler yang anda gunakan. Siapa tahu ada masalah dengan simcard anda, sehingga perlu diutak-atik oleh customer service, bahkan bila perlu diganti kartu fisik baru.
demikian yang dapat kami sampaikan yang bersumber dari pengalaman dan beberapa link,
SEMOGA BERMANFAAT 🙂

Senin, 13 Maret 2017

PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM ISLAM


PEMILIHAN PEMIMPIN NON MUSLIM DALAM ISLAM

Al-Qur'an surat al-Maaidah ayat 51

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin (awliya) mu; sebagian mereka adalah “awliya” bagi sebagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi “awliya”, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Maaidah : 51)
Dan ayat-ayat yang serupa seperti an-nisaa’ ayat 144 serta lainnya.

LANDASAN PEMIKIRAN PENDAPAT YANG MENGHARAMKAN;

  1. Badruddin Al-Hamawi As-Syafi’i yang wafat di abad 8 H. Ia menyatakan dengan jelas keharaman memilih pemimpin dan juga aparat dari kalangan kafir dzimmi.

وَلَا يجوز تَوْلِيَة الذِّمِّيّ فِي شَيْء من ولايات الْمُسلمين إِلَّا فِي جباية الْجِزْيَة من أهل الذِّمَّة أَو جباية مَا يُؤْخَذ من تِجَارَات الْمُشْركين. فَأَما مَا يجبى من الْمُسلمين من خراج أَو عشر أَو غير ذَلِك فَلَا يجوز تَوْلِيَة الذِّمِّيّ فِيهِ، وَلَا تَوْلِيَة شَيْء من أُمُور الْمُسلمين، قَالَ تَعَالَى: {وَلنْ يَجْعَل الله للْكَافِرِينَ على الْمُؤمنِينَ سَبِيلا} وَمن ولى ذِمِّيا على مُسلم فقد جعل لَهُ سَبِيلا عَلَيْهِ.
Tidak boleh mengangkat dzimmi untuk jabatan apapun yang mengatur umat Islam kecuali untuk memungut upeti penduduk kalangan dzimmi atau untuk memungut pajak transaksi jual-beli penduduk dari kalangan musyrikin. Sedangkan untuk memungut upeti, pajak seper sepuluh, atau retribusi lainnya dari penduduk muslim, tidak boleh mengangkat kalangan dzimmi sebagai aparat pemungut retribusi ini. Dan juga tidak boleh mengangkat mereka untuk jabatan apapun yang menangani kepentingan umum umat Islam.
Allah berfirman, “Allah takkan pernah menjadikan jalan bagi orang kafir untuk mengatasi orang-orang beriman.” Siapa yang mengangkat dzimmi sebagai pejabat yang menangani hajat muslim, maka sungguh ia telah memberikan jalan bagi dzimmi untuk menguasai muslim. (Lihat Badruddin Al-Hamawi As-Syafi’i, Tahrirul Ahkam fi Tadbiri Ahlil Islam, Daruts Tsaqafah, Qatar, 1988).
  1. Secara linguistik, menjadikan mereka sebagai awliyāʾ atau wali-wali itu berarti dua hal: yaitu, memberikan dukungan dan pembelaan –jika lafaznya dibaca walāyah (dengan fathah), dan menyerahkan mandat atau memberi kekuasaan –jika lafaznya dibaca wilāyah (dengan kasrah). Demikian menurut ar-Rāghib al-Iṣfahāni dalam kitab Mufradāt Alfāẓ al-Qurʾān (ed. Ṣafwān ʿAdnān Dāwūdī, cet. Dār al-Qalam Damaskus,1412/1992, hlm. 885). Maka secara politis dan geografis, muwālatul kuffār tidak hanya berarti menjalin kerjasama atau beraliansi, tetapi juga menyerahkan “wilayah” kita kepada orang kafir. 
  2. Mereka yang mengharamkan melandaskan dengan keumuman ayat di atas dan beberapa ayat lainnya yang senada, juga dengan kisah Umar bin Khottob yang memerintahkan dua gubernurnya (Abu Musa al-Asy’ari dan Kholid bin Walid) untuk memecat asistennya di bidang administrasi dan keuangan yang berasal dari non muslim. Riwayat lengkap tentang kisah tersebut dinukil oleh Ibnu Taimiyah dan Imam Ahmad. Teksnya lengkapnya sebagai berikut:

عن أبي موسى رضي الله عنه قال: (قلت لعمر رضي الله عنه: إن لي كاتبا نصرانيا، قال: ما لك قاتلك الله، أما سمعت الله يقول: (يا أيها الذين آمنوا لا تتخذوا اليهود و النصارى أولياء بعضهم أولياء بعض)- ألا اتخذت حنيفا؟ قال: قلت يا أمير المؤمنين: لي كتابته و له دينه. قال: لا أكرمهم إذ أهانهم الله، ولا أعزهم إذ أذلهم الله، و لا أدنيهم إذ أقصاهم الله.
Dari Abu Musa ra, ia berkata : Saya katakan pada Umar bahwa saya mempunyai seorang sekretaris nashrani, maka Umar mengatakan : Ada apa denganmu, semoga Allah SWT membunuhmu, apakah engkau tidak dengar Allah SWT berfirman : “wahai orang-orang yang beriman janganlah menjadikan orang yahudi dan nashroni sebagai pemimpin/kesayangan “?. Saya katakan pada Umar: bagiku adalah tulisannya, dan bagi dia adalah agamanya “. Umar mengatakan : ” Tidak akan aku muliakan mereka ketika Allah telah menghinakan mereka ” … dst

فقد كتب خالد بن الوليد رضي الله عنه إلى عمر بن الخطاب رضي الله عنه يقول: “إن بالشام كاتبا نصرانيا لا يقوم خراج الشام إلا به” فكتب إليه: “لا تستعمله.” فكتب: “إنه لا غنى بنا” عنه، فكتب إليه عمر: “لا تيتعمله.” فكتب إليه: “إذا لم نوله ضاع المال.” فكتب إليه عمر رضي الله عنه: “مات النصراني و السلام

Artinya : Kholid bin walid menulis kepada Umar bin Khottob : di Syam (kami punya) juru tulis, yang penghitungan keuangan (khoroj) tidak akan lancar tanpanya. Maka Umar menjawab : ” jangan gunakan dia “. Kholid menjawab kembali : ” Kami sangat membutuhkannya”. Umar menulis kembali : “Jangan gunakan dia !”. Kholid menulis kembali:” Kalau kami tidak menggunakannya, akan hilang uang kami”. Umar mengakhiri dengan mengatakan :” Semoga Nashrani itu mati. wassalam”

  1. Imam an-Nawawī, seorang pentolan mazhab Syāfiʿī yang diakui otoritasnya sebagai ahli fiqih dan ahli hadits sekaligus, dengan sangat eksplisit menyatakan dalam kitabnya bahwa syarat-syarat menjadi pemimpin (syurūṭ al-imāmah) itu mestilah akil baligh (kawnuhu mukallafan), orang Islam (musliman), adil, merdeka (bukan budak), laki-laki, berilmu (ʿāliman), berijtihad (mujtahidan), pemberani, mempunyai visi dan kompetensi (dzā raʾyin wa kafāʾah), dan sehat pendengaran maupun penglihatan (Lihat: Rawḍat aṭ-Ṭālibīn, ed. Syeikh ʿĀdil Aḥmad ʿAbdul Mawjūd dan ʿAlī Muḥammad Muʿawwaḍ, cet. Dār ʿĀlam al-Kutub, Riyadh 1423/2003, jilid 7, hlm. 262).
Pernyataan senada akan kita temukan dalam literatur fiqih rujukan di kalangan Nahdlatul Ulama seperti kitab al-Iqnāʿ fī ḥalli alfāẓ Abī Syujāʿ karya al-Khaṭīb as-Syarbīnī (cet. Muṣṭafā al-Bāb al-Ḥalabī Kairo, 1359/1940, juz 2, hlm. 246).
Pun secara historis, Rasūlullāh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah menunjuk orang kafir (walaupun mereka itu warganegara Madinah) sebagai gubernur (dulu istilahnya ‘āmil dan wālī) ataupun panglima (amīr). Demikian juga para khulafāʾ sesudahnya dari Sayyidina Abu Bakar hingga zaman Ottoman (Usmaniyyah) tidak pernah seorang pun mengangkat orang kafir sebagai gubernur atau panglima militer –sama halnya penguasa Singapura tidak membenarkan orang Melayu warganegara itu memegang tampuk kekuasaan apalagi dalam ketentaraan.
Sepanjang sejarah Islam, orang-orang non-Muslim memang dijamin keselamatannya dan dilindungi hak-haknya sebagai warganegara karena mereka itu ahlu dzimmah, kecuali jika mereka berkhianat atau melanggar perjanjian.
  1. Dalam kitab Ghiyāts al-Umam fī ʾltiyāts aẓ-Ẓulam karya Imām al-Ḥaramayn Abū ’l-Maʿālī al-Juwaynī yang dengan tegas mengatakan bahwa orang kafir tidak boleh sama sekali ikut campur dalam urusan pemilihan kepala daerah atau negara: “wa lā madkhala li-ahli dz-dzimmah fī naṣbi ’l-aʾimmah” (ed. ʿAbd al-ʿAẓīm ad-Dīb, cet. al-Maktabāt al-Kubrā Kairo, 1401/1981, hlm. 62).
  2. Orang kafir tidak adil kepada Allah, tidak adil kepada dirinya sendiri, dan karenanya tidak layak disebut adil dalam arti yang sesungguhnya. Karena makna adil itu memenuhi hak siapapun. Dan orang kafir itu tidak memenuhi hak Allah, dan tidak memenuhi hak dirinya sebagai hamba Allah. Perintah berbuat adil dalam al-Qur’an selalu ditujukan kepada orang beriman (yā ayyuha’l-ladzīna āmanū). Dalam konteks pelimpahan wewenang peradilan dan pemerintahan, sebagaimana dijelaskan oleh as-Sayyid al-Bakrī bin as-Sayyid Muḥammad Syaṭāʾ ad-Damyāṭī, yang dimaksud dengan “adil” menurut Syarīʿah ialah kemampuan diri seseorang [pemangku jabatan] untuk tidak melakukan dosa-dosa besar maupun tindakan-tindakan biasa yang bisa menjatuhkan reputasinya (Lihat: Iʿānatu ’ṭ-Ṭālibīn ʿalā Fatḥi ’l-Muʿīn, cet. al-Maʿārif Bandung, t.t.,hlm.211-212). Ini berarti yang bersangkutan mestilah seorang muslim yang beriman.

LANDASAN PEMIKIRAN PENDAPAT YANG MEMBOLEHKAN dari Uraian perincian berikut ini

  1. Al-Mawardi yang juga bermadzhab Syafi’i. Ulama yang wafat pada pertengahan abad 5 H ini memberikan tafshil, rincian terhadap jabatan.
ويجوز أن يكون هذا الوزير من أهل الذمة وإن لم يجز أن يكون وزير التفويض منهم
Posisi pejabat ini (tanfidz/eksekutif) boleh diisi oleh dzimmi (non muslim yang siap hidup bersama muslim). Namun untuk posisi pejabat tafwidh (pejabat dengan otoritas regulasi, legislasi, yudikasi, dan otoritas lainnya), tidak boleh diisi oleh kalangan mereka. (Lihat Al-Mawardi, Al-Ahkamus Sulthoniyah wal Wilayatud Diniyah, Darul Fikr, Beirut, Cetakan 1, 1960, halaman 27).
Al-Mawardi dalam Al-Ahkamus Sulthoniyah menguraikan lebih rinci. Menurutnya, kekuasaan dibagi setidaknya menjadi dua, tafwidh dan tanfidz. Kuasa tafwidh memiliki cakupan kerja penanganan hukum dan analisa pelbagai kezaliman, menggerakkan tentara dan mengatur strategi perang, mengatur anggaran, regulasi, dan legislasi. Untuk pejabat tafwidh, Al-Mawardi mensyaratkan Islam, pemahaman akan hukum agama, merdeka.
Sementara kuasa tanfidz (eksekutif) mencakup pelaksanaan dari peraturan yang telah dibuat dan dikonsep oleh pejabat tafwidh. Tidak ada syarat Islam, alim dalam urusan agama, dan merdeka.
Dari uraian ini terdapat klarifikasi antara TAFWIDH  DAN TANFIDZ (Pelaksana dari peraturan yang dibuat oleh TAFWIDH)
Tinggal bagaimana kita memandang jabatan tersebut termasuk TAFWIDH  ATAU TANFIDH,
Jika dikaitkan dengan kenegeraan indonesia, bukanlah negera Islam .... yang peraturannya berlandaskan pada UUD 1945 dan PANCASILA sedangkan secara pengembangannya bermunculan peraturan-peraturan yang aplikatif... bergantung kepada para pemangku JABATAN.
  1. Imam Fakhruddin – Arrozi dalam Tafsir Mafatihul Ghoib, ketika menafsirkan ayat di atas mengungkapkan bahwa : Yang dilarang adalah menjadikan Non Muslim pemimpin mutlak (sendiri) tanpa ada orang beriman di sana. Beliau menyatakan :
لم لا يجوز أن يكون المراد من الآية النهي عن اتخاذ الكافرين أولياء بمعنى أن يتولوهم دون المؤمنين، فأما إذا تولوهم و تولوا المؤمنين معهم فذلك ليس بمنهي عنه
Mengapa tidak boleh jika yang dimaksudkan (pelarangan) dalam ayat adalah menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin, artinya : mengangkat mereka tanpa mengangkat orang mungkin. Jika mengangkat non muslim dan pada saat yang sama juga mengangkat orang mukmin bersamanta, maka hal tersebut tidaklah dilarang.
Ungkapan di atas menunjukkan, sekiranya seorang muslim mengangkat non muslim untuk jabatan tertentu tetapi mereka juga mengangkat orang muslim bersamanya, maka hal itu tidak termasuk yang dilarang dalam ayat.
  1. Sayyid Tantowi dalam Tafsir Al-Wasith, ketika menafsirkan ayat Muwalah di atas, beliau menyebutkan: Al-Muwalah yang dilarang adalah yang mengakibatkan kerugian kaum muslimin dan agama, bukan muwalah atau kerja sama secara umum. Teks arabnya sebagai berikut:

و الموالاوة الممنوعة هي التي يكون فيها خذلان للدين أو إيذاء لأهله أو إضاعة لمصالحهم
Artinya : ”Muwalaah (dukungan dan pengangkatan atas non muslim) yang dilarang adalah : yang di dalamnya ada unsur tipuan dan penistaan agama, atau mengganggu dan merugikan kaum muslimin, dan mengapus kemaslahatan mereka ” (Tafsir Al-Wasith)

Sehingga, muwalah atau dukungan dengan syarat bermanfaat bagi umat dan agama, tidak termasuk muwalah yang disebutkan dalam ayat di atas.

  1. Dr. Yusuf Qardhawi dalam dua bukunya[iii] menyebutkan secara spesifik persoalan ini. Dalam kitab Ghoiril muslimin fi mujtamak muslim, beliau mengatakan :

و لأهل الذمة الحق في تولى وظائف الدولة كالمسلمين، إلا ما غلب عليه الصبغة الدينية كالإمامة و رئاسة الدولة و القيادة في الجيش، و القضاء بين المسلمين، و الولاية على الصدقات، و نحو ذلك.
dan bagi ahli dzimmah (ada) hak dalam menjabat posisi-posisi dalam negara sebagaimana halnya kaum muslimin, kecuali pada jabatan-jabatan yang lebih dominan unsur keagamannya, seperti: imamah (khilafah), kepala negara, panglima militer, hakim, dan yang mengurusi sedekah, dan yang semacamnya”

  1. PANDANGAN KEADAAN DARURAT ANTARA MUSLIM KHIANAT DAN AHLU DZIMMAH YANG AMANAH, Yang bersifat Subyektif-Pemikiran DAPAT MENJADI KEBOLEHAN DAN JUGA MASIH PELARANGAN
Tuhfah al-Muhtaj dan Hawasyi al-Syarwani, Juz IX, h. 72
ولا يستعان عليهم بكافر ) ذمي أو غيره إلا إن اضطررنا لذلك
قول المتن: ولا يستعان إلخ) أي يحرم ذلك اه. سم, عبارة المغني والنهاية: (تنبيه) ظاهر كلامهم أن ذلك لا يجوز ولو دعت الضرورة إليه لكنه في التتمة صرح بجواز الاستعانة به أي الكافر عند الضرورة

awasyi al-Syarwani, Juz IX, h. 73

نعم ان قتضت المصلحة توليته في شىء لا يقوم به غيره من المسلمين او ظهر من المسلمين خيانة و امنت في ذمي فلا يبعد جواز توليته لضرورة القيام بمصلحة ما ولى فيه، و مع ذلك يجب على من ينصبه مراقبته و منعه من التعرض لاحد من المسلمين

Kanz al-Raghibin dan Hasyiyah al-Qulyubi, Jilid IV, h. 156
ولا يستعان عليهم بكافر) لأنه يحرم تسليطه على المسلمين
قوله: ولا يستعان) فيحرم إلا لضرورة
Demikianlah, pendapat yang membolehkan memiliki krateria, keadaan atau sesuatu yang dapat disebut dengan pengecualin, tinggal bagaimana kita menanggapi fenomena Kehidupan
DEMIKIAN SEMOGA BERMANFAAT, 
SEMOGA DAPAT MENJADI KOREKSI UNTUK PRIBADI AGAR DAPAT MENAMBAH WAWASAN DAN KLARIFIKASI REFERENSI