Memuat tentang ;
- Hukum kesunnahan Puasa Tasu’ah, asyura’ dan perselisihan untuk tanggal 11 Dzulhijjah
- Keutamaan daripada Puasa Asyura
- Serta cara Pelaksanaan Puasa Tasu’ah dan Asyura
HADIST TENTANG HUKUM PUASA PADA HARI ‘ASYURA DAN TASU’A
Di dalam kitab beliau Riyadhus Shalihin, Al-Imam An-Nawawi –rahimahullah- dan
dalam Syarh Riyadhis Shalihin karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin membawakan
tiga buah hadits yang berkenaan dengan puasa sunnah pada bulan Muharram, yaitu
puasa hari ‘Asyura (10 Muharram) dan Tasu’a (9 Muharram).
Hadits yang
Pertama
عن ابن عباس رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ أن رَسُول اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم صام يوم عاشوراء وأمر بصيامه. مُتَّفّقٌ عَلَيهِ
Dari Ibnu Abbas –
radhiyallahu ‘anhuma -, ” Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan untuk berpuasa padanya”.
(Muttafaqun ‘Alaihi).
Hadits yang Kedua
عن أبي قتادة رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ أن رَسُول اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم سئل عن صيام يوم عاشوراء فقال: ((يكفر السنة الماضية)) رَوَاهُ
مُسلِمٌ.
Dari Abu Qatadah – radhiyallahu ‘anhu -, bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa hari ‘Asyura. Beliau menjawab, “(Puasa
tersebut) Menghapuskan dosa satu tahun yang lalu”. (HR. Muslim)
Hadits yang
Ketiga
وعن ابن عباس رَضِيَ اللَّهُ عَنهُما قال، قال رَسُول اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم: ((لئن بقيت إلى قابل لأصومن التاسع)) رَوَاهُ مُسلِمٌ.
Dari Ibnu Abbas – radhiyallahu ‘anhuma – beliau berkata : ” Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila (usia)ku sampai tahun depan,
maka aku akan berpuasa pada (hari) kesembilan” (HR. Muslim)
Diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Rasulullah sempat diprotes oleh umat
Islam di Madinah: “Ya Rasulallah, hari itu (’Asyura )diagungkan oleh Yahudi.”
Maksudnya, kenapa umat Islam mengerjakan seseatu persis seperti yang dilakukan
oleh umat Yahudi? Beliau lalu bersabda: "Di tahun depan insya Allah kita
akan berpuasa pada tanggal 9.” Setelah
itu, tidak hanya disunnahkan puasa pada tanggal 10 tapi juga tanggal 9
Muharram. Sayang, sebelum datang tahun berikutnya Rasulullah telah wafat.
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan keinginan beliau untuk berpuasa pada
tanggal 9 dimaksudkan agar tidak persis seperti yang dilakukan oleh umat pada
masa Nabi sebelumya, yakni Yahudi dan Nashrani. (Fathul Bari 4: 245)
Soal kemiripan dengan puasa umat yahudi ini diriwayatkan bahwa ketika tiba
di Madinah, Rasulullah melihat orang-orang Yahudi di sana juga berpuasa pada
hari ‘Asyura. Beliau bertanya: “Puasa apa ini?" Mereka menjawab: “Sebuah
hari yang baik, ini adalah hari dimana Allah menyelamatkan Bani Israil dari
musuh mereka, maka Musa berpuasa pada hari itu sebagai wujud syukur.” Maka
beliau bersabda: “Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian (Yahudi), maka
kami akan berpuasa pada hari itu sebagai bentuk pengagungan kami terhadap hari
itu.” (HR Bukhari)
TAKHRIJ HADITS
• Hadits yang pertama telah dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam
Ash-Shaum no hadits 2003, Al-Imam Muslim di dalam Ash-Shiyam no hadits 128,
serta Abu Dawud dalam Ash-Shaum no hadits 2444.
• Hadits yang kedua telah dikeluarkan oleh Al-Imam Muslim di dalam
Ash-Shiyam no hadits 197, serta Abu Dawud dalam Ash-Shaum no hadits 2425,
At-Tirmidzi dalam Ash-Shaum no hadits 767, serta Imam Ahmad dalam musnadnya
(4/25)
• Hadits yang ketiga dikeluarkan oleh Al-Imam Muslim di dalam Ash-Shiyam
hadits no 34, Ahmad dalam musnadnya (1/225) dan Ibnu Majah di dalam Ash-Shiyam
(1736)
(Lihat takhrij Syarh Riyadhis Shalihin).
FAEDAH HADITS
Hadits-hadits di atas menjelaskan kepada kita tentang disyariatkannya
berpuasa pada hari ‘Asyura (10 Muharram). Begitu pula pada hari Tasu’a ( 9
Muharram) sebagaimana yang akan diterangkan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-Utsaimin – rahimahullah Ta’ala –
Beliau berkata (Syarh Riyadhush Shalihin, Ibnul Utsaimin),
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa pada hari
‘Asyura, beliau menjawab, “Menghapuskan dosa setahun yang lalu”, ini pahalanya
lebih sedikit daripada puasa Arafah (yakni menghapuskan dosa setahun sebelum
serta sesudahnya –pent). Bersamaan dengan hal tersebut, selayaknya seorang
berpuasa ‘Asyura (10 Muharram) disertai dengan (sebelumnya.ed.) Tasu’a (9
Muharram). Hal ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila
(usia)ku sampai tahun depan, maka aku akan berpuasa pada yang kesembilan”, maksudnya
berpuasa pula pada hari ‘Asyura.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk berpuasa pada
hari sebelum maupun setelah ‘Asyura (1) dalam rangka menyelisihi orang-orang
Yahudi karena hari ‘Asyura –yaitu 10 Muharram- adalah hari dimana Allah
selamatkan Musa dan kaumnya, dan menenggelamkan Fir’aun dan para pengikutnya.
Dahulu orang-orang Yahudi berpuasa pada hari tersebut sebagai syukur mereka
kepada Allah atas nikmat yang agung tersebut. Allah telah memenangkan
tentara-tentaranya dan mengalahkan tentara-tentara syaithan, menyelamatkan Musa
dan kaumnya serta membinasakan Fir’aun dan para pengikutnya. Ini merupakan
nikmat yang besar.
Lihat juga kitab Zaadul Ma’ad 2/66 cet. Muassasah Ar Risalah Th. 1423 H.
dengan tahqiq Syu’aib Al Arnauth dan abdul Qadir Al Arna’uth.
لئن بقيت لآمرن بصيام يوم قبله أو يوم بعده . يوم عاشوراء ) .-
” Kalau aku masih hidup niscaya aku perintahkan puasa sehari sebelumnya
(hari Asyura) atau sehari sesudahnya” ((HR. Al Baihaqy, Berkata Al Albany di As
Silsilah Ad Dho’ifah Wal Maudhu’ah IX/288 No. Hadits 4297 : Ini adalah hadits
mungkar dengan lafadz lengkap tersebut.))
Dan berkata As Syaikh Al Albany – Rahimahullah- di As Silsilah Ad Dho’ifah
Wal Maudhu’ah IX/288 No. Hadits 4297: Penyebutan sehari setelahnya (hari ke
sebelas. pent) adalah mungkar, menyelisi hadits Ibnu Abbas yang shohih dengan
lafadz :
“لئن بقيت إلى قابل لأصومن التاسع” .
” Jika aku hidup
sampai tahun depan tentu aku akan puasa hari kesembilan”
Oleh karena itu, setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tinggal di
Madinah, beliau melihat bahwa orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura.
Beliau pun bertanya kepada mereka tentang hal tersebut. Maka orang-orang Yahudi
tersebut menjawab, “Hari ini adalah hari dimana Allah telah menyelamatkan Musa
dan kaumnya, serta celakanya Fir’aun serta pengikutnya. Maka dari itu kami
berpuasa sebagai rasa syukur kepada Allah”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam berkata, “Kami lebih berhak terhadap Musa daripada kalian”.
Padanya terdapat dalil yang menunjukkan bahwa penetapan waktu pada umat
terdahulupun menggunakan bulan-bulan (qamariyyah, Muharram s/d Dhulhijjah.
Pent.) bukan dengan bulan-bulan ala eropa (Jan s/d Des). Karena Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan bahwa hari ke sepuluh dari Muharram
adalah hari dimana Allah membinasakan Fir’aun dan pengikutnya dan menyelamatkan
Musa dan pengikutnya. ( Syarhul Mumthi’ VI.)
Kenapa Rasulullah mengucapkan hal tersebut? Karena Nabi dan orang–orang
yang bersama beliau adalah orang-orang yang lebih berhak terhadap para nabi
yang terdahulu. Allah berfirman,
إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِإِبْرَاهِيمَ لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ
وَهَذَا النَّبِيُّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ
“Sesungguhnya orang yang paling berhak dengan Ibrahim adalah orang-orang
yang mengikutinya dan nabi ini (Muhammad), serta orang-orang yang beriman, dan
Allah-lah pelindung semua orang-orang yang beriman”. (Ali Imran: 68)
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling
berhak terhadap Nabi Musa daripada orang-orang Yahudi tersebut, dikarenakan
mereka kafir terhadap Nabi Musa, Nabi Isa dan Muhammad. Maka beliau shallallahu
‘alaihi wasallam berpuasa ‘Asyura dan memerintahkan manusia untuk berpuasa pula
pada hari tersebut. Beliau juga memerintahkan untuk menyelisihi Yahudi yang
hanya berpuasa pada hari ‘Asyura, dengan berpuasa pada hari kesembilan atau
hari kesebelas beriringan dengan puasa pada hari kesepuluh (‘Asyura), atau
ketiga-tiganya.
Berkata As Syaikh Salim Bin Ied Al Hilaly : Sebagian ahlu ilmu berpendapat
bahwa menyelisihi orang yahudi terjadi dengan puasa sebelumnya atau sesudahnya.
Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah
Shalallahu’alaihi Wasallam :
صوموا يوم عاشوراء و خالفوا فيه اليهود صوموا قبله يوما أو بعده
يوما .
” Puasalah kalian hari ‘Asyura dan selisihilah orang-orang yahudi padanya
(maka) puasalah sehari sebelumnya atau sehari setelahnya.
Aku katakan : ini adalah pendapat yang lemah, karena bersandar dengan
hadits yang lemah tersebut yang pada sanadnya terdapat Ibnu Abi Laila dan ia
adalah jelek hafalannya. ( Bahjatun Nadhirin Syarah Riyadhus Shalihin II/385.
cet. IV. Th. 1423 H Dar Ibnu Jauzi)
Hadits marfu’ ini tidak shahih karena ada 3 illat (cacat):
-. Ibnu Abi Laila, lemah karena hafalannya buruk.
-. Dawud bin Ali bin Abdullah bin Abbas, bukan hujjah
-. Perawi sanad hadits tersebut secara mauquf lebih tsiqah dan lebih hafal
daripada perawi jalan/sanad marfu’
Jadi hadits di atas Shahih secara mauquf sebagaimana dalam as-Sunan al-Ma’tsurah
karya As-Syafi’i no 338 dan Ibnu Jarir ath-Thabari dalam Tahdzibul Atsar 1/218.
Ibnu Rajab berkata (Lathaiful Ma’arif hal 49):”Dalam sebagian riwayat
disebutkan atau sesudahnya maka kata atau di sini mungkin karena keraguan dari
perawi atau memang menunjukkan kebolehan….”
Al-Hafidz berkata (Fathul Baari 4/245-246):”Dan ini adalahl akhir perkara
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dahulu beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam suka menyocoki ahli kitab dalam hal yang tidak ada perintah, lebih-lebih
bila hal itu menyelisihi orang-orang musyrik. Maka setelah Fathu Makkah dan
Islam menjadi termahsyur, beliau suka menyelisihi ahli kitab sebagaimana dalam
hadits shahih. Maka ini (masalah puasa Asyura) termasuk dalam hal itu. Maka
pertama kali beliau menyocoki ahli kitab dan berkata :”Kami lebih berhak atas
Musa daripada kalian (Yahudi).”, kemudian beliau menyukai menyelisihi ahli
kitab, maka beliau menambah sehari sebelum atau sesudahnya untuk menyelisihi
ahli kitab.”
Ar-Rafi’i berkata (at-Talhish al-Habir 2/213) :”Berdasarkan ini, seandainya
tidak berpuasa pada tanggal 9 maka dianjurkan untuk berpuasa pada tanggal 11″
Oleh karena itu sebagian ulama seperti Ibnul Qayyim dan yang selain beliau
menyebutkan bahwa puasa ‘Asyura terbagi menjadi tiga keadaan:
1.
Berpuasa pada hari ‘Asyura dan Tasu’ah (9
Muharram), ini yang paling afdhal.
2.
2. Berpuasa pada hari ‘Asyura dan jika diiringi
tanggal 11 Muharram, ini kurang pahalanya daripada yang pertama.
3.
3. Berpuasa pada hari ‘Asyura saja, sebagian ulama
memakruhkannya karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk
menyelisihi Yahudi, namun sebagian ulama yang lain memberi keringanan (tidak
menganggapnya makhruh).
As Syaikh Muhammad Bin Shalih al Utsaimin Rahimahullah mengatakan :
والراجح أنه لا يكره إفراد عاشوراء.
Dan yang rajih adalah bahwa tidak dimakruhkan berpuasa ‘Asyura saja. (
Syarhul Mumthi’ VI )
KEUTAMAAN PUASA
ASYURA DAN TASU’AH
Berikut beberapa keutamaan puasa Asyura yang semestinya kita tahu sehingga
semangat melakukan puasa tersebut.
1. Puasa di bulan Muharram adalah sebaik-baik puasa.
1. Puasa di bulan Muharram adalah sebaik-baik puasa.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ
وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ
“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan
Allah – Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib
adalah shalat malam.” (HR. Muslim no. 1163).
Muharram disebut syahrullah yaitu bulan Allah, itu menunjukkan kemuliaan
bulan tersebut. Ath Thibiy mengatakan bahwa yang dimaksud dengan puasa di
syahrullah yaitu puasa Asyura. Sedangkan Al Qori mengatakan bahwa hadits di
atas yang dimaksudkan adalah seluruh bulan Muharram. Lihat Tuhfatul Ahwadzi, 2:
532. Imam Nawawi rahimahullah berkata bahwa bulan Muharram adalah bulan yang
paling afdhol untuk berpuasa. Lihat Syarh Shahih Muslim, 8: 50.
Hadits di atas menunjukkan keutamaan puasa di bulan Muharram secara umum,
termasuk di dalamnya adalah puasa Asyura.
2. Puasa Asyura menghapuskan dosa setahun yang lalu
2. Puasa Asyura menghapuskan dosa setahun yang lalu
Dari Abu Qotadah Al Anshoriy, berkata,
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ
الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ ». قَالَ وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ
« يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa
Arafah? Beliau menjawab, ”Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu
dan setahun yang akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa
’Asyura? Beliau menjawab, ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang
lalu.” (HR. Muslim no. 1162).
Kata Imam Nawawi rahimahullah, yang dimaksudkan pengampunan dosa di sini
adalah dosa kecil sebagaimana beliau penerangkan masalah pengampunan dosa ini
dalam pembahasan wudhu. Namun diharapkan dosa besar pun bisa diperingan dengan
amalan tersebut. Jika tidak, amalan tersebut bisa meninggikan derajat
seseorang. Lihat Syarh Shahih Muslim, 8: 46.
Adapun Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berpendapat secara mutlak setiap dosa
bisa terhapus dengan amalan seperti puasa Asyura. Lihat Majmu’ Al Fatawa karya
Ibnu Taimiyah, 7: 487-501
3. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam punya keinginan berpuasa pada hari kesembilan (tasu’ah)
3. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam punya keinginan berpuasa pada hari kesembilan (tasu’ah)
Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam melakukan puasa hari ’Asyura dan memerintahkan kaum muslimin
untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ
وَالنَّصَارَى.
“Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan
Nashrani.” Lantas beliau mengatakan,
فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ –
صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ
“Apabila tiba tahun depan –insya Allah (jika Allah menghendaki)– kita akan
berpuasa pula pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan,
فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّىَ رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.
“Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sudah keburu
meninggal dunia.” (HR. Muslim no. 1134)
Kenapa sebaiknya menambahkan dengan hari kesembilan untuk berpuasa? Kata
Imam Nawawi rahimahullah, para ulama berkata bahwa maksudnya adalah untuk
menyelisihi orang Yahudi yang cuma berpuasa tanggal 10 Muharram saja. Itulah
yang ditunjukkan dalam hadits di atas. Lihat Syarh Shahih Muslim, 8: 14.
Hanya Allah yang memberi taufik untuk beramal shalih.
CARA PELAKSANAAN PUASA TASU’AH DAN ASYURA’
Adapun tata cara
pelaksanaan puasa tasu'a dan puasa asyuro ini mirip dengan puasa yang lainnya
seperti puasa ramadhan maupun puasa-puasa sunnah lainnya. Hanya yang membedakan
adalah pada niatnya saja. Mau tahu bagaimana bacaan lafadz niat puasa Muharram
berbahasa Indonesia dan bahasa Arab? yuk kita simak dibawah ini:
Niat Puasa Tasu'a (9 Muharram)
نَوَيْتُ صَوْم فى يوم تَاسُعَاء سُنَّة لله تَعَالى
Bahasa Indonesia:
Nawaitu sauma fi yaumi tasu'a sunnatal lillahita'ala
Artinya: Saya
niat puasa hari tasu'a, sunnah karena Allah ta'ala
Niat Puasa Asyura (10 Muharram)
نويت صوم في يوم
عاشوراء سنة لله تعالي
Tulisan: Nawaitu As Shauma fi Yaumi
‘Asyura Sunnatan Lillahi Ta’ala
Artinya: “Saya niat puasa Asyura, sunnah karena Allah ta’ala.”
Artinya: “Saya niat puasa Asyura, sunnah karena Allah ta’ala.”
Referensi:
Riyadhis Shalihin karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin terbitan Darus Salam – Mesir
Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama, tahun 1433 H.
Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama, tahun 1433 H.
Majmu’ Al Fatawa, Abul ‘Abbas Ahmad bin Abdul Halim (Ibnu Taimiyah), terbitan Darul Wafa dan Dar Ibni Hazm, cetakan keempat, tahun 1432 H.
Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jaami’ At Tirmidzi, Al Hafizh Abu ‘Ulaa Muhammad ‘Abdurrahman bin ‘Abdurrahim Al Mubarakfuri, terbitan Darus Salam, cetakan pertama, tahun 1432 H.
0 komentar:
Posting Komentar